RENUNGAN
WJ 20 JULI 2014
MASIHKAH
HATI KITA TERKOYAK?
TUHAN-lah
yang empunya bumi serta segala isinya,
dan
dunia serta yang diam di dalamnya (Mzm 24:1).
Potret
ketidak-adilan dan ketidak-setaraan terbuka lebar di belahan bumi mana pun,
bahkan acapkali terpampang di sekitar kehidupan kita sehari-hari. Dominasi
global, penyalahgunaan kekuasaan, keserakahan dan individualisme telah
menyebabkan kerusakan ekonomi, sosial, budaya dan politik global. Kerusakan
bumi dan manusia semakin nyata terlihat mendunia, termasuk di Indonesia.
Fenomena
Global
Temuan berikut adalah
sebuah fakta tentang kerakusan manusia untuk melahap kekayaan bumi ciptaan
Allah dan segenap isinya. Dan ini semakin memperlebar jurang kesenjangan antar
manusia dan antar institusi negara. Pada tahun 2003, ada 7,7 juta orang
memiliki kekayaan 1 juta dolar AS atau lebih. Jumlah kekayaan mereka ini
mencapai 28,9 triliun dolar AS, atau hampir tiga kali lipat produksi nasional
AS pada tahun yang sama. Pada saat yang sama, 840 juta orang di seantero dunia
kekurangan pangan dan 1,5 milyar orang yang kebanyakan adalah perempuan,
anak-anak dan penduduk asli hidup dengan kurang dari 1 dolar AS per hari. Konsumsi
barang dan jasa 20% orang-orang terkaya dunia setara dengan 86% konsumsi
global. Penghasilan tahunan dari orang-orang terkaya yang berjumlah 1% sama
dengan penghasilan orang-orang termiskin yang berjumlah 57%, dan paling sedikit
24.000 orang meninggal setiap hari karena kemiskinan dan kurang gizi.
Masalah-masalah
lingkungan hidup pemanasan global, penipisan sumber daya alam, dan hilangnya
keanekaragaman hayati semakin parah saja. Sebagai contoh, kita akan kehilangan
30-70 persen dari keanekaragaman hayati dunia dalam kurun waktu 20-30 tahun ke
depan. Akibat pemanasan global yang terus meningkat mengakibatkan punahnya
spesies-spesies dari bumi. Menurut penelitian, dalam kurun waktu 50 tahun
terakhir, 25% spesies hewan dan tanaman punah akibat pemanasan global.
Sementara itu perang juga terus berkecamuk di banyak bagian dunia, militerisme
dan kekerasan telah menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari. 1)
Fenomena
Lokal
Indonesia adalah negara yang kaya
potensi sumber daya alam, dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia
(245 juta jiwa) dan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua (5,9% per
tahun) dalam kelompok Negara-negara G-20. Namun Indonesia juga merupakan negara
paling korup (peringkat 64 dari 177 negara), dengan kesenjangan kesejahteraan
yang sangat (dan semakin) lebar. Jumlah penduduk miskin 11,37% dari populasi,
atau 28,07 juta jiwa (Maret 2013). Tingkat pengangguran 6,25% atau 7,39 juta
jiwa dari angkatan kerja (Agustus 2013). Distribusi kekayaan yang timpang: 17
orang Indonesia terkaya menguasai 5% PDB Indonesia (setara US$ 41,1 miliar).
Disamping itu, kerusakan hutan meningkat dua kali lipat menjadi 20.000
Km2/tahun (2012). Dan masih terjadi ketimpangan lainnya atas nama pembangunan:
perdagangan manusia, eksploitasi tenaga kerja perempuan dan perpindahan rakyat
secara geografis, ekonomi, politik, budaya dan ekologis, di mana kegiatan dan
modal umumnya masih terpusat di Jawa dan Sumatera. Sistem kapitalisme yang
menghasilkan pola-pola relasi sosial (gender, kelas, ras, kebangsaan dan
lainnya) dan ketergantungan yang mengeksploitasi perempuan dan anak. 2)
Tuturan pemazmur bahwa bumi serta
segala isinya adalah milik Tuhan bagaikan hiasan ayat suci yang kita taruh di
kaca lemari pajangan. Kita sering merasa apa yang kita punyai dalam hidup ini adalah
milik kita karena kita telah berjuang mati-matian untuk dapat memilikinya. Legalisasi
kepemilikan pun ada di tangan kita sehingga kita merasa sah untuk melakukan
tindakan apapun seperti yang kita mau. Kita lupa bahwa orang lain dan sesuatu
yang lain di luar diri kita adalah ciptaan dan milik Tuhan yang tidak boleh
kita abaikan begitu saja. Hati yang trenyuh saat doa pengakuan dosa apakah hanya
ada dalam ibadah minggu? Apakah hati
kita masih terkoyak ketika praktik ketidak-adilan ada di depan mata atau bahkan
mungkin tanpa sadar kita sedang tergoda untuk melakukan tindakan serupa karena
alasan kenyamanan diri yang enggan terusik dan tidak rela berbagi?
Widyadi Purwosuwito
1)
Dokumen refleksi 048A Raker
BPMSW 2007-2011 oleh Pdt.Kuntadi Sumadikarya, dan dokumen AGAPE oleh Tim
Keadilan Perdamaian dan Ciptaan DGD Jenewa 2006, diterbitkan oleh Pelayanan
Masyarakat Kota HKBP Jakarta, 2008.
2)
Term of Reference Seminar
Nasional “Keserakahan, Keadilan dan Perdamaian” oleh Oikotree Indonesia, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar