Renungan
Persekutuan Staff WVI (World Vision Indonesia)
Rabu, 30 Juli 2014
“Merawat Anak-anak, Membangun Masa Depan”
(Mzm 127:4)
baca Mzm 127:1-5
Pembukaan :
Pdt. Andar Ismail dalam bukunya ‘Selamat Panjang Umur’
pernah menuliskan sebuah paparan yang menarik. Dikatakan bahwa di dunia konon
ada 2 kebudayaan besar yang muncul.
- Kebudayaan Yunani-Romawi = barat
- Kebudayaan Cina = timur
Dalam banyak hal, keduanya ternyata punya perbedaan!
Salah satu yang sering disorot = dari seni pahat dan seni
lukisnya.
Kebudayaan Yunani-Romawi = menyukai patung/lukisan yang
gambarnya orang muda bertubuh tegap kekar, BEROTOT ‘kaya Ade Rai’, sterek…Six
pack… *gambaran ganteng menurut salah satu remaja yang pernah saya layani*
Sebaliknya, kebudayaan Cina = menampilkan pria usia
lanjut yang bongkok, kepala botak (bukan nyindir), dan janggut panjang warna
putih.
Kenapa berbeda? Karena kebudayaan Yunani-Romawi
“MENGAGUNGKAN MASA MUDA SESEORANG”,
Bagi orang pandangan pertama ini, orang muda =
segala-galanya! Hebat. Kemudian berpengaruh juga hingga pemikiran saat ini –
orang muda kreatif, cakap memimpin “Kartini – 21 tahun ketika mengembangkan
gagasan/ide didirikannya sekolah perempuan. Soekarno = 27 th ketika mendirikan
PNI. Jokowi, kandidat Presiden – dibnd. JK lebih muda. Diuraikan!
Berbeda dng itu, pada budaya yang kedua (budaya Cina)
“MENGAGUNGKAN MASA TUA SESEORANG”. Kita lihat di budaya Cina = menghormati
orangtua = jangan jadi anak yang pu hao, tapi U hao.
Sopan/santun pada orangtua – itu ajaran yang ditanamkan.
Berbahasa – manggil om, tante – ada akuh, jikuh, iih,
ooh, itnyoh, dlsb
Bahkan uniknya = dalam salah satu tulisan = Kebudayaan
Cinta menjunjung umur panjang sebagai ukuran kebahagiaan, lambang = POHON PINUS
(sejenis cemara yang tinggi dg daun seperti jarum dan tetap hijau/ever green
sekalipun diselimuti sallju). Di
Indonesia pohon sejenis ini hanya tumbuh di lereng gunung yang tinggi. Apa yang menarik ? umur pohon pinus dapat mencapai
400 th. Bisa dibayangkan begitu TUAnya usia pohon ini! Oleh karenanya, sebagai
lambang umur panjang, pohon pinus sering muncul dalam lukisan Cina.
Menarik = Gandrungnya masyarakat Cina akan umur panjang
tercatat dalam sejarah. Kaisar Qin Shi Huangdi yang memerintah tahun 221-207 SM
membentuk tim dokter yang meneliti dampak kimiawi pelbagai mineral yang dapat
memperpanjang usia manusia. Tidak hanya itu, pelbagai tanaman dan ramuan juga
diteliti khasiatnya. Juga berbagai jenis senam dan berbagai jurus yang
menyelaraskan keseimbangan tubuh. Bahkan meditasi juga dilihat sebagai upaya
memperpanjang umur, dimana orang belajar bngun pagi buta, berpikir positif,
mencari keheningan, berdamai dg diri sendiri, orang lain dan juga alam,
menjauhkan diri dari makanan yang berlebihan dan kesenangan duniawi.
Cerita GT Bina Kader di wihara – makan dalam keheningan,
sore Cuma dikasih arem-arem, meditasi sampai ada bunyi… J
Balik lagi : itu kebudayaan yang berkembang.
Ada yang mengagungkan masa muda/budaya romawi dan Yunani.
Sebaliknya budaya cina mengagungkan masa tua, bahkan beberapa penelitian tadi
sudah disampaikan.
Pertanyaan yang kemudian muncul lalu mana yang mestinya
diutamakan? masa tuakah? Atau masa mudakah? Kalau saya Tanya ke Bp/Ibu yang
mana yang kita utamakan? –diskusi-
Tentu saja keduanya memberikan peran yang sama
pentingnya. Kalau kita kembali kepada Alkitab (back to Bible) maka dituliskan jelas bahwa baik masa muda maupun
tua punya perannya masing-masing. Ada ciri
dan keunikannya masing-masing.
Masa muda: ditulis di Pengkhotbah 11:9 dipandang –
kegembiraan,dan Tuhan memberi kebebasan agar orang bisa menikmati masa muda. Masa
muda (khususnya) anak-anak istimewa, kalau ingat cerita Yesus dikatakan
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Mrk 10:13-16 : ketika ada orang-orang yang
menghalangi anak-anak untuk datang kepada Yesus, Yesus justru mengatakan mereka
jangan mencegahnya ;
Sementara Masa tua juga penting = masa untuk bisa
bertumbuh dan tetap memberi buah *kurang lebih dituliskan dalam Mazmur 92. –
namun tentu bergantung buah apa yang dihasilkan ! pengalaman bersama oma-opa di
jemaat : makin tua ada yang justru makin suka ngambek (masalah bangku di mobil;
belum dapat snack sementara temennya udah; pulang makin tidak bijaksana, ada aja yang spt ini). Kondisi yang IDEAL. Dituliskan
dalam Alkitab!
Namun dalam perkembangannya, ternyata yang terjadi
seringkali tidak demikian. Karena bertolak dari budaya timur yang mengagungkan
ketuaan seseorang, maka posisi generasi muda apalagi ketika masih
usia sangat muda (anak-anak) kurang mendapat tempat.
Gambaran anak-anak/orang muda, yang seringkali muncul
adalah pandangan ekstrim yang menyatakan bahwa mereka kurang berpengalaman, masih
terlalu polos, belum bisa bertanggungjawab, tidak dapat dipercaya,
emosi labil *berubah-ubah* *hujan labil istilah anak muda zaman sekarang*bahkan
yang ironis dikatakan dalam usia muda mereka tidak dapat diandalkan/ tidak
punya peran baik dalam keluarga, gereja,
maupun bangsa dan negara.
Ini tentu menjadi keprihatinan kita bersama.
Menjadi pertanyaan bagi kita apakah memang demikian? Hari
ini dalam perenungan kita, kita akan menemukan bahwa anak muda, dimulai dari
usia mereka anak-anak memiliki peran yang tidak bisa diabaikan tentu bila di
dalamnya ada arahan/bimbingan dari orang yang lebih dewasa.
Kita belajar dari Mazmur 127.
Uraian Ayat:
Kalau kita memperhatikan teks Mazmur 127, merupakan mazmur
peziarahan (dimulai dari Mzm 121-134). Ditulis sebagai sebuah mazmur ungkapan
syukur kepada Allah.
Namun juga dipahami sebagai mazmur yang bernuansa hikmat
(ada pengajaran yang disampaikan)
Secara garis besar, Mzm 127 dapat dibagi menjadi 2 bagian :
1.
Memaknai bahwa Tuhan menjadi dasar segala
sesuatu bagi manusia untuk bertindak sementara (ayat 1-2)
2.
Memaknai peran anak-anak dalam kehidupan
masyarakat pada saat itu (ayat 3-5).
Kita akan memperhatikan
tiap bagian secara mendalam :
BAGIAN 1: TUHAN DASAR SEGALA SESUATU
-
Tuhan dasar segala sesuatu menjadi hal penting
bagi kita semua.
-
Tuhan dasar segala sesuatu sesungguhnya berarti
bahwa Tuhan harus menjadi fondasi, tujuan akhir dari segala sesuatu yang kita
kerjakan. Termasuk dalam hidup keluarga kita.
-
Kalau kita kembali pada Mazmur 127 : 1-2,
dikatakan bahwa pekerjaan orang akan sia-sia bila semuanya tidak didasarkan
pada Tuhan.
-
Tentu : Hal ini bukan berarti manusia tidak usah bekerja, serahkan saja
semuanya pada Tuhan maka semua akan selesai. Kadang bisa jadi kita suka berpikir seperti itu… misalnya zaman saya
studi sempat rame ada celetukan ‘udah ngga usah belajar, berdoa aja yakin kalau
Tuhan pasti kasih nilai bagus…. Yahh minimal 10 dah… *padahal nilai tertinggi
100* … atau celetukan lain : udah ngga usah belajar bakar aja bukunya, telen
ampasnya! J ‘asal ucap saja….’ Atau yang
udah kerja, kemudian bilang ‘Tuhan saya itu baik, pasti mencukupkan kebutuhan
saya – kita mendengarnya sudah damai… tapi dilanjutkan.. ya udah kita tunggu
aja uangnya jatoh dari langit. Khan Tuhan itu baik… ‘salah memaknai… jadi ngga
rasional
-
Bukan ! Tetapi bagian ini sesungguhnya hendak menjelaskan
bahwa manusia TETAP harus bekerja dan berusaha, dan selaras dengan itu : biarlah Tuhan yang
menjadi dasarnya, kita serahkan semuanya pada Tuhan. Kita
mengerjakan sesuatu bukan karena untuk memuaskan keinginan kita, tapi kita
mengerjakan segala sesuatu untuk memuliakan nama Tuhan.
-
Dalam pemahaman inilah : kita menyadari bekerja
dengan penuh tanggung jawab diperlukan kerelaan kita untuk berkorban, rela
berkorban tenaga, waktu, bahkan materi (uang). Namun, hal ini jangan dijadikan
beban bagi kita. Hal ini harus kita pandang sebagai suatu yang harus kita
laksanakan dengan hati yang sukacita. Dengan sukacita, maka segala sesuatu yang
kita kerjakan juga akan menghasilkan suatu kesukaan juga bagi bagi orang lain
dan dapat menjadi berkat bagi sesama kita.
-
Ini menjadi perenungan kita bersama dalam hidup
pekerjaan – secara khusus di WVI ini. Apakah kita telah bersukacita dalam
bekerja ? atau ngedumel… contoh sehari-hari.
-
Atau ngedumel yang lain ? biasa karena apa
sih? -diskusi dengan peserta!
-
Ngedumel karena jam kerja kok ditambah, ngedumel
kerjaan banyak, apalagi kalau kita dapat tugas keluar (karena WVI-banyak
bergerak di pelayanan masyarakat) pengorbanan waktu uang tenaga yang ternyata
tidak sedikit, atau hal lainnya.
-
Ada banyak hal : namun balik lagi ke perenungan
pada point yang pertama bahwa ketika kita bersukacita maka segala sesuatu yang
kita kerjakan akan membawa dampak bagi orang lain, menjadi berkat bagi sesama.
-
Dasarnya karena kita hendak dan berupaya untuk
terus memuliakan Tuhan.
BAGIAN 2: PERAN DAN KEBERADAAN ANAK-ANAK
(GENERASI MUDA) YANG TIDAK BISA DIABAIKAN
-
Bagian berikutnya menjelaskan mengenai peran
anak-anak dalam masyarakat pada saat itu – yang juga adalah berkat dari Tuhan.
-
Dalam pemahaman keluarga Yahudi, kehadiran
anak/anak-anak memberikan dampak yang sangat besar dalam kehidupan keluarga. Apalagi
anak laki-laki (pengaruh budaya patriarkal) sangat diutamakan (ay.3
“sesungguhnya anak-anak lelaki adalah milik pusaka daripada Tuhan”)
-
Cerita/kisah dalam Alkitab : banyak yang
berharap akan keturunan. Misalnya cerita Abraham dan Sara yang awalnya belum
dikaruniakan keturunan amat berharap kepada Allah. Dengan janji Allah akhirnya
digenapi melalui kehadiran Ishak. Kendati kalau berpikir ajaib sekali karena
mereka beroleh keturunan pada usia yang sangat lanjut (100 th). Kehadiran
anak/anak-anak sangat dinantikan pada waktu itu. Mengapa? Karena dengan adanya
anak/anak-anak menjadi berkat yang diberikan kepada
umat-Nya. Anak-anak dianggap sebagai
berkat Allah yang luar biasa karena melalui anak-anak seseorang memiliki
harapan kehidupan dan masa depan (tafsiran Clinton Cann). Mereka juga
menganggap bahwa semakin banyak anak-anak, keluarga itu akan semakin mapan,
semakin kuat dan semakin utuh.
-
Kalau sekarang : banyak
anak? bukan banyak rejeki lagi ya… namun jadi pergumulan dan perhatian karena
yang dipikirkan tidak sebatas kebutuhan makan namun juga biaya yang lainnya.
-
Tidak hanya itu, kalau
dikaitkan dalam kehidupan saat ini mereka (keluarga) yang belum atau tidak
dikaruniai anak bukan berarti tidak diberkati, tetapi memiliki berkat-berkat
lainnya karena seperti kata pemazmur, perjalanan/ziarah kehidupan orang percaya
adalah sebuah pemeliharaan Allah,
Kembali pada
teks (lanjutannya): dikatakan bahwa kehadiran anak/anak-anak pada masa muda
diibaratkan anak-anak panah di tangan pahlawan.
-
Oleh karenanya peran dari masing-masing pihak di
dalamnya sangatlah menentukan, baik anak panah (anak tersebut) ataupun pahlawan/pemanah
(orang dewasa, bisa orangtua atau kita yang berjumpa dengan anak/anak-anak). tidak
bisa hanya salah satu pihak : anak panahnya kah,,, atau si pemanah saja.
Keduanya punya peran yang sangat penting. Saya tertarik untuk menggali ayat ini
lebih mendalam.
-
Saya mulai dengan anak panah yang menggambarkan
keberadaan anak muda tsb. Anak panah terdiri dari bagian penting :
1.
Mata panah =
dibuat dari besi, kaca, batu atau benda keras lainnya. Fungsi mata panah adalah
untuk melindungi batang panah. Perannya sangat penting dalam sebuah anak panah.
Jika mata panah yang dibuat tidak kuat, maka anak panah akan hancur. Mata panah
adalah bagian yang tajam dari anak panah, yang memungkinkan anak panah bisa
menyakiti dan memanah sebuah target. Sifatnya yang tajam ini harus seperti otak
dan pengetahuan. KNOWLEDGE. Namun knowledge disini tidak hanya kecerdasan dalam
arti intelegent/kognitif. Namun juga kecerdasan
spiritual dan emosi, pengetahuan luas, konsentrasi yang baik, tanggung jawab
dan juga kecerdasan untuk menggunakan waktu.
2.
Batang panah =
bagian anak panah yang terbuat dari kayu. Sifat anak panah yang baik adalah
cukup kaku tetapi juga cukup lentur. Cukup kaku agar dapat memanah dengan kuat,
cukup lentur agar dapat diarahkan dengan mudah. Tak kalah pentingnya dengan
mata panah, sifat batang panah adalah mengkombinasikan antara kaku dan lentur.
Sifat ini harus ada di dalam hati anak-anak. Sebagai anak mereka diingatkan
agar kuat untuk dalam menaati Firman
dan kehendak Allah serta memiliki karakter Kristus, tetapi di lain
sisi mereka juga harus memiliki hati
yang lentur, yang tidak keras dalam menghadapi kekurangan-kekurangan yang ada
di dalam dunia ini agar kita bisa diterima di tengah dunia.
3.
Buluh panah = berfungsi
untuk mengarahkan anak panah. Ia berfungsi untuk menstabilkan anak panah ketika
sedang dipanah oleh pemanah. Anak-anak yang masih muda juga harus memiliki
sifat seperti buluh panah, memiliki arah yang jelas dan kuat. Sedih dan
memprihatinkan kalau anak-anak ditanya apa tujuan hidupmu? Apa cita-citamu?
Lalu mereka bingung jawab apa. Karena tidak ada visi dalam hidup mereka.
-
Setelah anak panah membekali diri/memperhatikan
hal-hal apa yang perlu dikembangkan, maka peran berikutnya yang juga amat
menentukan adalah pemanah, yang memang siap untuk berperang menggunakan anak
panah itu.
-
Apa yang harus dipersiapkan seorang pemanah?
Saya juga mencatat 3 hal:
1) mengetahui
sasaran*karna bagaimana mungkin
kalau dia tidak tahu sasaran di depannya. Apa yang akan dihadapi!
2) membidik dengan tepat *setelah tau sasaran harus tau
juga cara membidik sasaran tersebut, bicara soal cara/metode yang akan
digunakan perlu juga ketelitian.
3) melepaskan anak panah tsb *bagaimana bisa berhasil dan
bisa menang kalau tidak dilepaskan.
Dari paparan ini/analogi
yang digunakan : maka yang penting untuk diperhatikan oleh pemanah : memahami
dan mengetahui keberadaan anak/generasi muda yang memang perlu diarahkan oleh
kita. Tidak hanya itu kita juga perlu memikirkan metode atau cara apa yang akan
dan harus kita gunakan. Jujur kita harus akui dalam mengarahkan anak di zaman
sekarang kalau dikomparasi dengan zaman dulu terjadi perbedaan yang drastis. Namun yakinilah kita mampu tentu bila kita mendidik dan mengarahkan
mereka dengan pertolongan dan hikmat dari Tuhan. Ketika anak/anak telah dibekali dng baik maka
sebagai orangtua, sebagai orang dewasa kita juga siap untuk melepas mereka di
tengah dunia.
-
JADI : Kesimpulan yang bisa diangkat : Kalau
keduanya memainkan peran masing-masing, kita sebagai orangtua, sebagai orang
dewasa merawat anak-anak, mendidik dan mengarahkan mereka, maka kita yakin dan
percaya bahwa apa yang dituliskan dalam lanjutan tema hari ini “membangun masa
depan yang baik” akan dapat terwujud.
Refleksi Bagi Kita Saat ini
Anak-anak adalah generasi penerus
baik itu di tengah keluarga, gereja, bahkan juga masyarakat bangsa dan Negara.
Oleh karena itu bagaimana kita membekali mereka dengan nilai-nilai (bukan dalam
arti score tapi value) mulai dari nilai kesantunan, nilai pendidikan,
pengajaran dan tentu saja yang paling penting juga iman kepada Tuhan mestinya menjadi tugas dan
panggilan kita bersama. Secara khusus kita yang melayani di WVI (World Vision
Indonesia). Pelayanan kita juga menyentuh ranah pelayanan anak.
Dalam salah satu kelas katekisasi
di gereja kami, seorang murid katekisasi pernah menanyakan apakah ada lembaga
Kristen yang bergerak dalam pelayanan kasih kepada masyarakat? Karena ia
berangkat dari Tzu Chi yang ia ketahui. Lalu Pdt yang memimpin *waktu itu saya
belum Pdt* menyampaikan bahwa jauh sebelum Tzu Chi kita sudah ada lembaga yang
mengedepankan pelayanan kasih yaitu WVI. Singkat cerita saya mendapat tugas
untuk mencari informasi seputar WVI untuk disharingkan kepada peserta
katekisasi. Saya cari di internet, ketemu juga dengan salah seorang teman yang
memang staff di WVI dan kami bertukar pikiran bersama. Dengan izin dari ybs
untuk mensharingkan pengalaman di WVI, maka saya pun menyampaikan kepada
peserta katekisasi dan mendapat antusiasme yang luar biasa.
Kita bersyukur bahwa Tuhan
menempatkan kita dalam pelayanan di WVI yang juga salah satunya bergerak bagi
pelayanan dan pendidikan anak. Oleh karena itu bagaimana kita merespon anugrah
dan panggilan Tuhan untuk melayani dan memberikan yang terbaik : ini menjadi
perenungan dan refleksi kita bersama. Di tengah dunia yang tidak mudah apalagi
bagi kehidupan generasi muda zaman sekarang, PR kita adalah kita aktif terlibat
dalam pelayanan anak/anak muda, mempersiapkan yang terbaik, sehingga pada
akhirnya harapan kita adalah anak-anak bisa menjadi generasi penerus yang
membangun bangsa ke depannya dan menjadi pribadi yang berkualitas. Dapat
dimulai dari lingkungan terdekat kita, WVI, keluarga kepada anak/anak-anak kita
‘quality time’ bersama mereka, lingkungan gereja ‘sekolah minggu’, dan lingkup
yang lebih luas : masyarakat (ada PAUD/pendidikan bagi orang yang tidak mampu),
atau ketika bertemu anak-anak sekitar rumah kita bisa menanamkan nilai-nilai
yang sederhana namun memberi dampak yang besar.
Kiranya perenungan ini menjadi
berkat bagi kita semua.
AMIN