Markus 6:6b-13
Khotbah:
Apa perasaan saudara ketika saudara ditugaskan pergi ke suatu daerah, menempuh perjalanan jauh untuk kurun waktu tertentu, tanpa diperbolehkan membawa barang-barang dan materi yang sangat dibutuhkan, seperti uang, bekal, makanan, serta pakaian? Dapat dipastikan bahwa setiap kita akan merasakan kesulitan, bukan? Sederhananya, kita hendak pergi ke gereja yang lokasinya cukup jauh dari rumah, dan untuk menuju ke sana harus menempuh perjalanan dengan kendaraan, namun kita tidak diperkenankan membawa uang sebagai ongkos perjalanan tersebut. Maka pertanyaan yang muncul adalah “wah, bagaimana caranya? Syukur-syukur kalau orangnya mengerti, namun bagaimana kalau sebaliknya yang terjadi?” pertanyaan demi pertanyaan itu yang akan muncul dan berkecamuk dalam pikiran kita.
Markus 6:6b-13 yang telah dibaca ini, ternyata memberikan sebuah penggambaran atau situasi demikian. Jikalau menilik situasi dan konteks perikop ini, pada ayat-ayat pertama dituliskan bahwa ketika itu, Yesus memanggil dua belas murid-Nya serta mengutus mereka berdua-dua. Mengapa berdua? Jawabannya sederhana, dalam keadaan berdua, mereka lebih dapat bertahan dibandingkan seorang diri. Berdua memampukan seorang yang satu untuk menguatkan yang lain, demikian pula sebaliknya. Ada sebuah kerjasama yang saling menopang antara kedua belah pihak, dan ini menjadi sebuah hal yang tentunya sangat penting dalam sebuah tugas dan pelayanan yang diembankan kepada mereka.
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan perlengkapan yang mereka perlukan dalam melalui proses perutusan tersebut? Alkitab dalam bacaan kita memang menuliskan bahwa mereka tidak diperkenankan untuk membawa perbekalan apa-apa, kecuali tongkat dan menggunakan alas kaki. Apa alasannya? Alasannya karena melalui hal tersebut, sebenarnya Yesus sedang mengajarkan kepada murid-murid-Nya untuk senantiasa percaya pada pemeliharaan Tuhan. Dalam hal ini Yesus tidak hanya memanggil dan mengutus, namun yang terutama Ia juga memperlengkapi para murid-Nya dengan kuasa. Menarik bahwa bekal yang Yesus berikan bukanlah bekal dalam artian bekal kebutuhan mereka (misalnya makanan, pakaian, barang-barang lainnya). Akan tetapi, bekal di sini adalah kuasa untuk menyembuhkan dan mengusir setan, atau dengan kata lain kuasa yang diberikan Yesus adalah kuasa untuk menolong dan berkarya bagi orang lain.
Hal lain yang juga menarik untuk disimak dan diperhatikan adalah ayat ke-10 hingga ayat ke-13. Dituliskan bahwa jika mereka sudah diterima di sebuah tempat, maka mereka harus tinggal di sana hingga menjelang perjalanan berikutnya. Akan tetapi sebaliknya, jika mereka justru harus mengalami penolakan dalam proses tersebut, maka mereka wajib keluar dari tempat itu dan mengebaskan debu yang ada di kaki mereka. Tindakan mengebaskan debu haruslah dipahami dalam konteks Yahudi tatkala itu. Orang-orang Yahudi biasa mengebaskan debu yang ada di kaki, ketika mereka akan masuk lagi ke daerah Yahudi. Debu-debu yang melekat di kaki sepanjang perjalanan di luar daerah Yahudi menyebabkan mereka menjadi bernoda. Itulah sebabnya, debu dikebaskan sebelum masuk kembali ke daerah Yahudi. Tindakan untuk mengebaskan debu di kaki para murid di tempat-tempat yang menolak mereka adalah tanda bahwa tempat itu adalah daerah yang menolak pemberitaan Allah, dan dengan demikian menjadi tempat yang kafir. Apa yang dipaparkan ini adalah sebuah realitas pergumulan umat Tuhan, yang melukiskan bahwa penolakan terhadap berita Injil itu, terus dapat terjadi dalam kehidupan manusia.
Pertanyaan yang kemudian muncul dalam perenungan Firman Tuhan saat ini adalah, bagaimana dengan tugas perutusan yang dipercayakan oleh Yesus kepada setiap kita? Apakah kita siap untuk menjawab panggilan perutusan tersebut dengan penuh keyakinan dan penyerahan diri hanya kepada Allah? Hal berikutnya yang semakin menguatkan kita melalui Firman Tuhan ini adalah kita diutus bersama dengan rekan kita yang lain, atau saudara kita, atau bahkan orang lain yang ada di sekitar kita. Ini berarti bahwa kerjasama menjadi sebuah hal utama yang patut diperhatikan. Diutus bersama dengan orang lain berarti bahwa kita dapat saling menopang dan saling melengkapi satu sama lain. Ini tentu menjadi sebuah hal yang positif dan dapat menjadi sebuah acuan yang dapat terus kita upayakan dalam pelaksanaannya.