Rabu, 22 September 2010

Renungan tentang Pengutusan :)

Markus 6:6b-13 
Khotbah:
Apa perasaan saudara ketika saudara ditugaskan pergi ke suatu daerah, menempuh perjalanan jauh untuk kurun waktu tertentu, tanpa diperbolehkan membawa barang-barang dan materi yang sangat dibutuhkan, seperti uang, bekal, makanan, serta pakaian? Dapat dipastikan bahwa setiap kita akan merasakan kesulitan, bukan? Sederhananya, kita hendak pergi ke gereja yang lokasinya cukup jauh dari rumah, dan untuk menuju ke sana harus menempuh perjalanan dengan kendaraan, namun kita tidak diperkenankan membawa uang sebagai ongkos perjalanan tersebut. Maka pertanyaan yang muncul adalah “wah, bagaimana caranya? Syukur-syukur kalau orangnya mengerti, namun bagaimana kalau sebaliknya yang terjadi?” pertanyaan demi pertanyaan itu yang akan muncul dan berkecamuk dalam pikiran kita.  
Markus 6:6b-13 yang telah dibaca ini, ternyata memberikan sebuah penggambaran atau situasi demikian. Jikalau menilik situasi dan konteks perikop ini, pada ayat-ayat pertama dituliskan bahwa ketika itu, Yesus memanggil dua belas murid-Nya serta mengutus mereka berdua-dua. Mengapa berdua? Jawabannya sederhana, dalam keadaan berdua, mereka lebih dapat bertahan dibandingkan seorang diri. Berdua memampukan seorang yang satu untuk menguatkan yang lain, demikian pula sebaliknya. Ada sebuah kerjasama yang saling menopang antara kedua belah pihak, dan ini menjadi sebuah hal yang tentunya sangat penting dalam sebuah tugas dan pelayanan yang diembankan kepada mereka.
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan perlengkapan yang mereka perlukan dalam melalui proses perutusan tersebut? Alkitab dalam bacaan kita memang menuliskan bahwa mereka tidak diperkenankan untuk membawa perbekalan apa-apa, kecuali tongkat dan menggunakan alas kaki. Apa alasannya? Alasannya karena melalui hal tersebut, sebenarnya Yesus sedang mengajarkan kepada murid-murid-Nya untuk senantiasa percaya pada pemeliharaan Tuhan. Dalam hal ini Yesus tidak hanya memanggil dan mengutus, namun yang terutama Ia juga memperlengkapi para murid-Nya dengan kuasa. Menarik bahwa bekal yang Yesus berikan bukanlah bekal dalam artian bekal kebutuhan mereka (misalnya makanan, pakaian, barang-barang lainnya). Akan tetapi, bekal di sini adalah kuasa untuk menyembuhkan dan mengusir setan, atau dengan kata lain kuasa yang diberikan Yesus adalah kuasa untuk menolong dan berkarya bagi orang lain.
Hal lain yang juga menarik untuk disimak dan diperhatikan adalah ayat ke-10 hingga ayat ke-13. Dituliskan bahwa jika mereka sudah diterima di sebuah tempat, maka mereka harus tinggal di sana hingga menjelang perjalanan berikutnya. Akan tetapi sebaliknya, jika mereka justru harus mengalami penolakan dalam proses tersebut, maka mereka wajib keluar dari tempat itu dan mengebaskan debu yang ada di kaki mereka. Tindakan mengebaskan debu haruslah dipahami dalam konteks Yahudi tatkala itu. Orang-orang Yahudi biasa mengebaskan debu yang ada di kaki, ketika mereka akan masuk lagi ke daerah Yahudi. Debu-debu yang melekat di kaki sepanjang perjalanan di luar daerah Yahudi menyebabkan mereka menjadi bernoda. Itulah sebabnya, debu dikebaskan sebelum masuk kembali ke daerah Yahudi. Tindakan untuk mengebaskan debu di kaki para murid di tempat-tempat yang menolak mereka adalah tanda bahwa tempat itu adalah daerah yang menolak pemberitaan Allah, dan dengan demikian menjadi tempat yang kafir. Apa yang dipaparkan ini adalah sebuah realitas pergumulan umat Tuhan, yang melukiskan bahwa penolakan terhadap berita Injil itu, terus dapat terjadi dalam kehidupan manusia.
Pertanyaan yang kemudian muncul dalam perenungan Firman Tuhan saat ini adalah, bagaimana dengan tugas perutusan yang dipercayakan oleh Yesus kepada setiap kita? Apakah kita siap untuk menjawab panggilan perutusan tersebut dengan penuh keyakinan dan penyerahan diri hanya kepada Allah? Hal berikutnya yang semakin menguatkan kita melalui Firman Tuhan ini adalah kita diutus bersama dengan rekan kita yang lain, atau saudara kita, atau bahkan orang lain yang ada di sekitar kita. Ini berarti bahwa kerjasama menjadi sebuah hal utama yang patut diperhatikan. Diutus bersama dengan orang lain berarti bahwa kita dapat saling menopang dan saling melengkapi satu sama lain. Ini tentu menjadi sebuah hal yang positif dan dapat menjadi sebuah acuan yang dapat terus kita upayakan dalam pelaksanaannya.   

Malu Bukan Tabu 19 Sept 2010

KHOTBAH KEBAKTIAN remaja   
GKI Kosambi Baru
19 September 2010
Malu Bukan Tabu

DOA PELAYANAN FIRMAN 
  PEMBACAAN ALKITAB : Yeremia 8:1-12                                                        
 
-Khotbah-

§  Siapa yang sudah punya pacar? Apa bedanya anak muda yang pacaran zaman sekarang dengan zaman dulu? –diskusi-

§    Anak muda zaman dulu kalau pacaran masih pada malu-malu. Bener ngga? Kalo udah pegangan tangan aja, udah bagus… kalau berangkulan, itu kayanya masih langka. Sepakat ya? Coba deh tanya orangtua/tante/om kita…zaman mereka masih begitu…. Agak JADUL… atau istilah Sundanya HEUBEUL… J Seventies…ato Eighhties…

§  Coba kalau anak muda zaman sekarang? Malah kebalikannya! Pacarannya bukan malu-malu tapi tambahin akhiran –in-, malu-maluin. Satu kali saya iseng ketik google terus search gaya pacaran anak sekarang…..rekan-rekan tau hasilnya? Hasilnya sudah bukan luarr biasa…tapi RUARRR BIASA…. Berita menuliskan dimana-mana sudah terjadi tindakan yang melanggar norma-norma yang ditentukan…pacarannya “Kurang Sopan”… Kiss-kiss-an dimana-mana… pernah sekali waktu saya lagi jalan…memang agak gelap suasananya… eh ternyata ada yang lagi mojok..terus pegang-pegang deh… bukan pegang pohon sih (meskipun pacarannya di taman)…tapi pegang anggota tubuh pasangannya… sungguh merupakan tindakan a-moral ya…. 

§  Belum lagi…. Kalau dihubungkan dengan zaman sekarang… trend teknologi mewabah… HP, Laptop, Kamera sudah booming…. Kalau zaman dulu pacarannya pake surat2an aja… sekarang tinggal SMS, FB-an (agak gimana gitu kalau lihat status di FB: “sayang….dll”), belum lagi trend BB, jadi pacaran via BBM….ngga hanya 5 menit sekali tanya, tetapi 1 menit bahkan per 30 detik tanya yang sebenarnya ngga terlalu penting…. Dan lebih parah kalau kemudian lagi pacaran ehh pengen difoto-foto…atau direkam nyaingin mas ariel and mba luna…. Pacarannya jatoh-jatohnya menjadi pacaran yang tidak sehat… sudah bukan malu lagi, tapi malu-maluin tadi…. J

§  Penggambaran ini sekali lagi hendak melukiskan bahwa budaya malu yang kian hari kian menipis ternyata terjadi dalam kehidupan anak-anak muda zaman sekarang… itu tadi baru masalah pacaran… belum lagi persoalan-persoalan anak muda lainnya….

§  Misalnya gampang (1 contoh lagi): tidak malu tidak menepati janji… bener ngga? Gimana perasaan kita ketika ada temen tidak menepati janji… misalnya janjian di mall Taman Anggrek jam 7 malem… kita udah nunggu dari jam stengah 7…eh temen kita datang jam stengah 8… udah dating telat..ngga bilang sorry… langsung ngajak kita ngobrol…nanya eh gw udah dipesenin apa? Dll…. pasti kita gondok banget yaa… kita berpikir…ada ya orang kaya gitu…hehehehe…. Kaya ngga punya malu…

§  Masih banyak contoh lain yang menjadi bagian hidup kita. dan ternyata, hal-hal sederhana inilah yang berulang kali terjadi dalam kehidupan kita, tak terkecuali kehidupan remaja kita. Banyak orang zaman sekarang yang tidak punya rasa malu… malah lebih parah…udah tahu salah… misalnya pacarannya ngga beres… lebay tadi… atau udah tau dia salah ngga nepatin janji… ehh tidak menyadari… mengakui apalagi menyesali kesalahannya… ini yang terjadi dalam kehidupan kita, khususnya kita sebagai anak-anak muda.

§  Sulit mengakui kesalahan kita karena kita merasa GenGsi dong…karena ego dan anggapan bahwa kita yang benar…karena budaya citra… gimana pandangan orang kalau tau saya bersalah…pasti citra tentang saya…akan rusak… itu khan yang terjadi dalam hidup kita??

§  Hari ini … dalam perenungan FIrman Tuhan hari ini, kita akan membahas sebuah tema menarik terkait dengan rasa malu…namun malu dalam sudut pandang positif baru… khan tema kita : “Malu bukan Tabu”.  Dan kita mau belajar dari Firman Tuhan yang diambil dari Yeremia 8:1-12.    

Learn From Bible
§  Berbicara tentang bacaan ini, kita harus tahu lebih dulu latar belakang/ situasi bagaimana yang terjadi kala itu?

§  Konteks/ situasi yang terjadi kurang lebih demikian:
-          Bacaan kita berbicara mengenai kehidupan sebuah bangsa yaitu Bangsa Yehuda. Penduduk Yehuda adalah orang Israel yang tinggalnya/diamnya di Israel bagian selatan.  
-          Bacaan FT kita memberikan sebuah deskripsi yang hendak mengungkapkan bahwa pada masa itu ternyata Bangsa Yehuda ini telah dibelenggu oleh dosa:
1.       Ayat ke-5a : Mereka berpaling dari Tuhan. Tidak hanya sesekali, namun berulang kali (“terus-menerus”).
2.       Ayat ke-5b : Mereka berpegang pada tipu, menolak untuk kembali
3.       Ayat ke-6 : tidak berkata jujur, hidup penuh dengan kebohongan.
4.       Ayat ke-8 dan 9: para pemimpin yang dipandang bijaksana ternyata tidak bijaksana karena mereka menolak Firman Tuhan 

-          Persoalan muncul karena kendati mereka telah hidup berdosa bahkan dapat kita simpulkan bahwa dosa mereka begitu banyak, namun ternyata mereka tidak menyadari juga menyesalinya. Ayat 6 hendak menegaskan pernyataan ini.  …tidak ada yang menyesal karena kejahatannya

-          Padahal seharusnya..semestinya… (ayat 12) mereka merasa malu karena mereka telah melakukan hal yang tidak tepat di hadapan Tuhan.

-          Oleh karena itulah, Allah mengutus nabi-Nya yaitu Yeremia untuk memberitahu dan menyerukan bahwa tindakan mereka tidak tepat.. bahwa mereka berdosa terhadap Allah. Karena perbuatan mereka itulah, murka Allah tampak dan melalui nabi-Nya yaitu Nabi Yeremia, Allah menyatakan penghukumannya.

-          Demikian kurang lebih penggambaran situasi yang terjadi kala itu.
-          Kalau boleh berandai-andai --> Persoalan tidak akan muncul sedemikan berat hingga Allah murka (disebutkan di sini) jika penduduk Yehuda ini bersedia menyadari pelanggaran dan dosa yang telah dilakukan dan bersedia bertobat di dalamnya. Kalau mereka malu namun malu di sini adalah malu karena menyadari keberdosaan dirinya di hadapan Allah dan bersedia memperbaikinya dengan bertobat tadi, maka relasi yang tadinya rusak itu menjadi pulih kembali. Ini yang penting. Jadi kita dapat mengatakan seperti tema hari ini: “Malu Bukan Tabu” tentu malu di sini adalah malu yang tepat…yang sehat…yang semestinya.

Relevansi dalam Hidup Sehari-hari   

-          Apa yang bisa kita pelajari dari Firman Tuhan hari ini ?
1.          Kita diajak untuk memandang keberadaan diri kita. tak dapat dipungkiri bahwa kita adalah manusia berdosa di hadapan Tuhan. Kita mungkin telah melukai hati Tuhan bahkan juga sesama kita. Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa sebagai manusia yang lemah kita kerapkali jatuh di dalam dosa dan pelanggaran itu.

2.          Namun dosa semestinya tidak lantas membuat kita diam. Sebaliknya, setelah kita tau bahwa diri kita ini berdosa, mari kita menyadarinya… mengakuinya… menyesalinya … dan bersedia untuk memperbaiki hidup kita… itu saja yang utama…   

3.          Kalau ini yang terjadi, maka pada akhirnya akan ada sebuah motivasi dalam hidup kita untuk hidup kian hari kian baik. Memperbaiki diri. Belajar dari yang sudah dialami sebelumnya.   

Aplikasi:  
  Jadi…mengembangkan malu yang tepat…yang sehat… dimungkinkan bahkan dapat dikembangkan… agar kita menjadi pribadi yang peka dalam hidup kita. contoh konkretnya mudah:
-          Remaja semestinya malu kalau dia ikut-ikutan mencontek…
-          Remaja malu kalau berbohong kepada orang tua…
-          Remaja Malu kalau tidak menepati janji…
-          Remaja Malu kalau pacarannya berlebihan…
-          dll