P.A Gabungan Wilayah B (Kel. Sugiri)
Tema : “SABTU SUNYI” (Markus 15:42-47)
Apakah ada di antara kita yang tidak takut dengan kematian?
–diskusi- kenapa takut/tidak takut?
Pernah suatu kali pertanyaan itu ditanyakan kepada lansia, dan mereka
mengatakan takut… kalau bisa yah nanti saja.. karena belum lihat cucu nikah…
belum lihat anak sukses.
Tetapi ada pula yang mengatakan kalau bisa yah sekarang saja
dipanggil, udah siap… sampai udah pesen2, nanti pakai baju apa… surat warisan
dimana, dlsb.
Di sini kita bisa memperhatikan à ada banyak pendapat/pandangan terhadap kematian.
Sah-sah saja… ada yang merasa ketakutan… bimbang… galau…namun sebaliknya sudah
siap dan telah mempersiapkan segala sesuatu. Tetapi jangan sampai kemudian kita
memprediksi oh nanti meninggalnya tanggal segini… dalam usia segitu… Karena
sekali lagi kematian tidak pernah ada yang tahu kapan waktunya… karena kematian
memang adalah sebuah MISTERI bagi kita.
Mengapa dikatakan misteri? Karena memang belum ada di antara kita yang
mengalaminya/berada dalam posisi itu. Kematian merupakan MISTERI, yang
terkadang sulit dari jangkauan pikiran kita. Waktunya tidak ada yang tahu. Tidak
bisa diprediksi. Bisa mendadak, bisa melalui sakit yang sudah cukup lama, bisa
karena usia lanjut, namun juga bisa dalam usia muda.
Baru-baru ini saja saya membaca surat kabar Kompas, ada seorang model namanya
Olivia Dewi, rasanya usianya di bawah 20 tahun harus meninggal karena tabrakan.
Menurut berita dalam Surat kabar itu : dituliskan bahwa mobil itu berjalan dari arah Semanggi ke Bundaran HI.
Setiba di Jalan Sudirman, tepatnya di depan Wisma Nugra Santana, mobil itu
menabrak tiang reklame. Kejadian itu sekitar pukul 03.00 WIB dini hari.
"Saksi mengatakan mobil itu
tiba-tiba terbakar," Ada kobaran api dengan cepat membesar
dan membakar seluruh badan mobil dan penumpangnya. "Kap mobil habis
terbakar. Setir mobil terbakar dan patah, sudah tidak pada tempatnya
lagi," kata saksi yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Kembali kita mendapat penegasan : kematian adalah sebuah MISTERI bagi
kita. Tidak pernah ada yang tahu waktunya, rasanya, karena kita belum pernah
mengalaminya.
Namun tidak demikian dengan Yesus. Kalau kita belum pernah berada pada
masa itu, Yesus justru pernah berada
dalam suatu peristiwa kematian, yaitu setelah Ia mengalami jalan
penderitaan yang amat tidak mudah (melalui salib).
Hari ini dalam PA rangkaian masa raya Paskah kita akan melihat teks
yang menuliskan bahwa Yesus pernah berada dalam alam kubur, dan
ini dituliskan dalam Kitab Injil. Salah satunya yang akan kita baca yaitu Injil Markus 15:42-47. (baca teks)
Teks hari ini khususnya ay.46 menuliskan jelas à “…Lalu
ia (Yusuf Arimatea) membaringkan Dia di
dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, kemudian digulingkannya sebuah
batu ke pintu kubur itu”. è Ayat ini memberikan penjelasan bahwa
YESUS mati dan Ia dikuburkan. Dibawa oleh seorang bernama Yusuf dari Arimatea (Arimatea
à sebuah
kota Yahudi), seorang Majelis Besar (Majelis Agama Yahudi), punya kedudukan
yang dapat diperhitungkan, kaya, dan ia seorang yang baik &benar (Luk
23:50-51). Yang unik Matius bahkan
menyebutnya sebagai “murid Yesus” tentu tidak dalam pengertian para murid
seperti yang dua belas tetapi kata kerja dalam bahasa Yunaninya ‘mathetein’ secara hurufiah berarti
“berguru kepada” atau ‘belajar kepada” jadi sifatnya lebih netral : informasi
pelengkap saja!
Pertanyaan bagi kita adalah : apa arti kematian Yesus? Apa makna Yesus
yang berada di alam kubur?
Kematian Yesus menjelaskan bahwa Ia
adalah 100% manusia. Dalam pengakuan iman kita, kita menyatakan bahwa Ia
sungguh-sungguh manusia, dan sungguh-sungguh Allah. Inilah yang kita lihat
dalam kacamata iman Kristiani.
Bukti jelas bahwa Ia adalah 100% manusia, selain lahir dari seorang perawan
bernama Maria, yaitu ketika Ia wafat dan dikuburkan. Teks Kitab Suci menuliskan
jelas hal ini. Jadi kalau ada berita yang menyatakan Yesus tidak mati, itu
sebuah pandangan yang tidak sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Firman
Tuhan.
Yesus yang mati dan dikuburkan juga menyatakan tuntasnya pelaksanaan karya Kristus dalam seluruh kehidupan-Nya.
Nampak kasat mata seolah Dia kalah padahal sesungguhnya kematian Yesus merupakan
kemenangan-Nya, yang nanti akan semakin sempurna melalui peristiwa
kebangkitan-Nya pada hari yang ketiga yaitu pada waktu Minggu Paskah.
Kematian Yesus juga menjadi sebuah bukti kasih dan cinta Allah yang amat
besar bagi manusia. Allah tetap hidup dan terus berkarya untuk kebaikan
umat-Nya. Kalau kita merefleksikan secara logika kita, rasanya cinta Allah itu
sungguh amat luar biasa dalam hidup kita. melampaui apa yang kita pikirkan. Kita
sudah tidak setia, hidup dalam dosa, namun Ia tetap menyatakan cinta-Nya.
Bahkan cinta Allah itu dinyatakan, dibuktikan, melalui pengorbanan Kristus di
kayu salib, mati, dan dikuburkan lalu kemudian bangkit untuk menyelamatkan kita
semua.
Tema kita hari ini adalah hari Sabtu Sunyi (bahasa Latin: Sabbatum Sanctum - "Hari Sabat
Suci") adalah hari setelah
Jumat Agung dan sebelum Minggu
Paskah.
Di beberapa data, ditulis juga sabtu sunyi atau sabtu suci (karena
berada dalam pekan suci menuju Paskah). Namun intinya : peringatan ini diadakan
pada hari Sabtu –sebelum peristiwa kebangkitan, karena hari Sabtu Sunyi
memperingati sebuah peristiwa di mana tubuh Tuhan Yesus dibaringkan di kubur
setelah mati disalibkan.
Apa makna hari Sabtu Sunyi?
Sabtu sunyi merupakan pengenangan akan kesendirian Tuhan Yesus
ketika berada di dalam kubur sebelum kebangkitan-Nya. Oleh karena itu,
banyak gereja tetap melakukan puasa dan berpantang sebagai bentuk penghayatan dari
kesendirian Tuhan Yesus.
Di GKI Citra, umumnya pada Sabtu Sunyi ini dilakukan kontemplasi ( (con = bersama dengan; templum = area Ilahi); sebuah latihan atau
disiplin spiritualitas), untuk merenungkan dan mengenang peristiwa
ketika Yesus berada di dalam kubur.
Dalam tradisi
gereja, kala itu, rupanya ada kebiasaan umat mulai berkumpul di gereja sejak
Jumat Agung sekitar pk. 15.00. Mereka terus berkumpul sepanjang malam dan siang
hari itu agar semakin lama berada dalam kesunyian.
Menjelang senja, dilaksanakan liturgi singkat dengan sejumlah
pembacaan berdasarkan leksionari, setelah doa pembuka. Leksionari yang umumnya
dibacakan berkisar Ayub 14:1-14 (renungan tentang singkatnya hidup manusia,
sebab tak ada harapan lagi setelah mati), Responsori Mazmur 130 (pengharapan
kepada Tuhan), atau 31:2-5 (Aman, berlindung kepada Tuhan), Surat Rasuli dari I
Petrus 4:1-8 (penderitaan badani merupakan senjata untuk tidak berbuat dosa).
Pembacaan Injil diambil dari Injil Matius 27:57-66 atau Yoh 19:38-42 (Yesus dikuburkan).
Dalam Sabtu Sunyi, kita juga diingatkan akan kegalauan para murid yang
ditinggalkan sang Guru. Guru yang telah memimpin, mengajarkan banyak hal dan
mengayomi mereka, sudah tidak bersama-sama mereka lagi. Selain itu, mereka juga
takut karena mereka bisa saja ditangkap oleh penguasa dan dihukum karena mereka
adalah murid-murid Yesus.
Di tengah kegalauan dan ketakutan yang menyelimuti, mereka pun kecewa.
Mengapa mereka kecewa? Kehadiran Yesus di antara orang Yahudi diharapkan dapat
menumpas kekuasaan penjajah Romawi dan mengusir penjajah Romawi saat itu dan
akhirnya Yesus menjadi raja Yahudi (konsep mesias politik).
Semasa hidup-Nya, Tuhan Yesus banyak melakukan mujizat. Tidak heran,
para murid dan masyarakat Yahudi menduga bahwa Tuhan Yesus adalah mesias yang
telah dijanjikan oleh Allah di dalam kitab Perjanjian Lama untuk membawa
perubahan dan kemerdekaan dalam kehidupan bangsa Yahudi. Namun, raja Yahudi
yang diharapkan itu justru mati mengenaskan di kayu salib (mesias yang
menderita).
Sabtu Sunyi, mengingatkan kita akan dua hal, yaitu:
1)
Kesendirian
Tuhan Yesus di makam,
2)
Kesedihan
para murid saat itu.
Namun, kesunyian Sabtu itu akhirnya berakhir oleh suatu peristiwa yang
mengejutkan dan tidak terbayangkan. Kegalauan, ketakutan dan kekecewaan para murid
dihapuskan manakala kubur menggelegar dan bergetar, Anak Allah dibangkitkan
dari liang kubur. Di balik kesunyian Sabtu, terpancar sukacita Paskah yang luar
biasa. Inilah titik klimaks yang membuktikan bahwa Yesus itu adalah Tuhan dan
Juruselamat kita yang hidup. Peristiwa kebangkitan-Nya menunjukkan bahwa iman
percaya kita kepada Tuhan Yesus tidak sia-sia (I Korintus 15:17) à inilah pengharapan kita sebagai umat
Tuhan.