KHOTBAH GKI
PERUMAHAN CITRA I
Minggu,
23 September 2012
“Bertumbuh dalam Kedewasaan Iman”
Bacaan
I : Yeremia 11:18-20
Antar
Bacaan : Mzm 54
Bacaan II :
Yakobus 3:13-4:3, 7-8a
Bacaan III : Injil Markus
9:30-37
“Yang berbahagia….HALELUYA”
Tujuan:
Umat
mampu bertumbuh dalam iman, seiring dengan keterlibatan dalam pelayanan.
K-h-o-t-b-a-h
Saat ini kita masih berada di Bulan
September. Umumnya dikatakan sebagai Bulan yang penuh keceriaan. Sampai-sampai
ada istilah “September Ceria”.... (ada lagunya juga...)
Di GKI SW Jabar (khususnya) ternyata
bulan September juga merupakan bulan yang istimewa, mengapa demikian? Karena hampir di semua jemaat GKI
SW Jabar bulan September adalah titik awal dalam kalender gereja untuk memilih
calon penatua.
Tentu apa yang saya ungkapkan bukan
karena Kamis yang lalu kita pun mengadakan pemilihan Gubernur GKI (karena
memang bahasan tentang pemilihan Gubernur ini begitu ramai... mulai dari situs
jejaring sosial sampai grup BBM), lalu saya kait-kaitkan, meskipun tokh pada akhirnya memang pas sekali...
ada putaran kedua bulan September ini.... J namun memang GKI sudah mulai melakukan tahap awal
pencalonan mulai bulan ini.
GKI sangat serius dalam hal pemilihan
penatua,
sebab jabatan penatua adalah sosok yang akan memimpin perjalanan jemaat. Karena
itu tidak heran bila tiap jemaat selalu menjadwalkan dan melakukannya dalam
pergumulan dan doa agar orang-orang yang terpilih adalah orang-orang yang SERIUS dan SUNGGUH-SUNGGUH dalam menjalankan
tanggung jawabnya. Oleh karenanya salah satu syarat di Tager dan Talak thn.
2009 menuliskan bahwa seorang penatua harus memiliki komitmen (penghayatan akan
tugas panggilannya sebagai Pnt), karakter dan kemampuan yang juga baik.
Keseriusan dan kesungguhan
melaksanakan tanggung jawab ini bukan hanya ditujukan dalam kepemimpinan
terhadap jemaat tetapi yang utama adalah kepada Tuhan. Jadi dalam menjalankan
tugasnya penatua mengemban kepercayaan yang Tuhan berikan dan satu lagi dalam
tanggung jawabnya penatua adalah orang-orang kepercayaan Tuhan.
Dalam perjalanan pelayanan kita di
gereja tidak sedikit dari antara pelayannya adalah orang yang mudah
tersinggung, ngambek atau menuntut perhatian berlebihan. Hal ini tentu tidak
sejalan dengan semangat pelayanan yang sejati. Apa yang menyebabkannya? Haruskah
syarat kedewasan iman menjadi hal yang dituntut dari para pelayan di gereja?
Atau sebaliknya, kedewasaan iman diperoleh melalui keterlibatan seseorang
ketika ia berada dalam pelayanan?
Kedewasaan
adalah sebuah keharusan. Setiap orang pasti menjadi orang dewasa namun tidak semua orang dewasa mengalami
kedewasaan (diulangi!). Begitu juga dengan orang Kristen sudah pasti memiliki iman,
paling tidak beriman kepada Yesus Kristus.
Namun tidak semua orang beriman mengalami pertumbuhan dalam kedewasaan
iman. Saudara sepakat? –ditegaskan kembali-
Hari ini kita belajar dari bacaan
Leksionari Minggu (terkhusus diambil dari bacaan I tentang seorang bernama
Yeremia).
Yeremia sebagai nabi Tuhan dipilih
Tuhan secara istimewa. Ia termasuk nabi yang dicatat oleh Alkitab istimewa
dalam keterpilihannya sebab sudah sejak dalam kandungan ibunya (“....Engkau menenun aku dari kandungan ibuku”). Namun keterpilihan
Yeremia tidak otomatis menjadikannya seorang nabi yang dewasa dalam iman.
Pekerjaanya sebagai nabi Allah
menuntut resiko yang besar. Tugasnya sebagai nabi yang menyuarakan kebenaran
ternyata tidak serta merta mudah diterima. Perkataannya tidak diterima karena
pesannya berisikan berita yang tidak menyenangkan bagi kaum Yehuda. Hal ini
terjadi bukan karena Yeremia tidak dapat berdiplomasi melainkan karena Yeremia
menjalankan tugas sebagai ‘diplomat Tuhan’. Itu artinya ia harus menyuarakan
suara kebenaran Tuhan sekalipun kaum Yehuda menolaknya.
Resiko yang harus ditanggungnya adalah keselamatan hidupnya, nyawanya menjadi terancam.
Alhasil, Yeremia mengalami tekanan
yang amat berat dan kemudian bersungut-sungut kepada Tuhan. Yeremia merasa
lelah sebagai nabi Tuhan yang menjalankan tugas kenabiannya sesuai dengan yang
dikehendaki Tuhan. Apalagi jika kita membaca Yeremia 1:4-19 tentang panggilan
dan pengutusan Yeremia (diuraikan). Apapun alasan yang dikemukakan oleh Yeremia namun
kalau Tuhan berkehendak maka semua alasan tidak akan menjadi rintangan. Jelas
dalam fasal tsb bahwa sebenarnya Yeremia ‘enggan’ untuk menjadi nabi Tuhan
karena ia tahu resikonya. Itu sebabnya Yeremia punya alasan bersungut-sungut
kepada Tuhan ketika ia mengalami resiko tersebut.
Apa yang dapat direfleksikan melalui
perjalanan seorang Yeremia?
Pelayanan adalah sebuah panggilan dan
pengutusan dari Tuhan. Oleh karenanya jauhkan diri kita dari kesombongan. Dalam panggilan dan
pengutusan-Nya Tuhan memberi tanggung jawab kepada para pelayannya untuk serius
dan bertanggung jawab untuk apa yang menjadi misi Allah.
Fokuskan pikiran, tutur, laku, hati dan jiwa
hanya kepada Tuhan. Resiko pasti ada tapi bukan itu yang terpenting. Hidup
beriman tidak menghasilkan orang-orang yang tidak kuatir, tidak cemas atau
tidak takut. Hidup beriman menghasilkan orang-orang yang menaruh rasa
kuatirnya, kecemasannya dan ketakutannya dalam iman yang disandarkan pada
Kristus. Hidup orang beriman juga bukan dalam pemahaman orang yang imannya besar,
melainkan orang yang bertumpu pada rahmat Tuhan yang besar. Itu yang
dituliskan oleh Andar Ismail dalam tulisannya “Selamat Bergumul : 33 renungan
tentang hidup beriman”.
Menjadi pelayan Tuhan (baik itu
penatua maupun aktivis) adalah sebuah kebanggaan. Bangga oleh karena kita
adalah orang-orang yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan. Bangga oleh karena
Tuhan berkenan menjadikan kita kawan sekerja di ladang-Nya. Namun jangan kemudian kita
membanggakan diri apalagi membusungkan dada. Kita cuma pelayan, cuma hamba
bukan tuan apalagi ‘bos’.
Sedih... kalau dalam pelayanan kita ada
yang bertindak menjadi seperti bos... hanya mementingkan diri sendiri...
berupaya agar kita bisa meraih apa yang diinginkan... apa yang kita ‘mau’.... dan
sedih sekali karena yang kita inginkan adalah kehormatan/pemuliaan diri.
Kalau ini yang terjadi kita tak ubahnya
seperti para murid Yesus dalam bacaan Injil (Markus 9:30-37) yang hanya
mementingkan siapa yang terbesar di antara mereka. Mereka berselisih dengan
didasari oleh iri hati dan pementingan diri sendiri. Mereka memahami konsep
melayani dalam sudut pandang mereka sendiri, bahwa seorang pelayan adalah orang
yang justru dipandang hebat, ‘tak ubah layaknya bos’ tadi... ini konsep yang
patut kita hindari dalam hidup pelayanan kita.
Menjadi pelayan Tuhan adalah sebuah
kesempatan. Sebab dalam pelayanan kita akan menemukan hidup yang sejati,
manusia yang sejati. Maksudnya dengan segala problem kehidupan dan segala
karakter yang mengejutkan. Di sanalah cinta kita kepada Tuhan diuji. Apakah
kesulitan atau salib pelayanan kita lebih besar dari cinta kita kepada Tuhan?
Atau sebaliknya jika kita memandang kasih Tuhan yang besar dalam pelayanan kita
maka persoalan yang besar sekalipun tidak akan mampu mengalahkan
cinta kita kepada Tuhan. Sekali lagi bukan karena cinta kita yang besar
melainkan karena rasa malu kita ketika melihat Tuhan yang tetap mengasihi kita
walaupun seringkali kita tidak menjadi para pelayan yang serius dan bertanggung
jawab.
Menjadi
pelayan Tuhan adalah sebuah kesempatan, yaitu kesempatan mengalami pertumbuhan
dalam kedewasaan iman. Para pelayan Tuhan yang sejati tidak akan cukup merasa
puas menjadi orang beriman. Para pelayan Tuhan yang sejati selalu rindu
mengalami perjumpaan dengan Tuhan karena di sanalah kesempatan tersedia untuk
bertumbuh dalam kedewasaan iman.
Jadi
bagaimana dengan kita saudara-saudara? Apakah kita pun bersedia untuk turut
ambil bagian dalam pelayanan kepada Tuhan? Terlibat dalam pelayanan bersama
dengan Tuhan?
Amat
disayangkan mencari orang untuk menjadi pelayan Tuhan di saat ini, tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Misalnya karena sedang dalam bahasan
tentang mencari Pnt, saya amat miris melihat banyak warga GKI yang tidak
menyatakan kesediaan untuk melayani sebagai Pnt, Komisi, Badan Pelayanan,
Kepanitiaan, dlsb.
Ketika di banyak gereja beraliran lain, jabatan Penatua dipandang sebagai
jabatan prestisius dan ukuran prestasi seseorang sehingga menjadi sesuatu yang
dikejar dan dianggap patut dimiliki (ada gereja tertentu*saudara kita*sampai
ada kampanye-rekan saya Calon Pdt GPIB pernah memuat gambar para calon pnt
sedang berkampanye di profile BBnya) , maka di GKI hal seperti itu tidak
berlaku.
Ketika di banyak gereja di luar GKI, jabatan Penatua diperebutkan begitu
rupa, tidak demikian halnya di GKI. Di
GKI kerap berlaku prinsip pelayanan yang kurang sehat. Bila di masa Orde Baru
ada istilah ABS (Asal Bapak Senang, tentu Saudara tahu apa maksudnya), maka di
GKI juga ada ABS (Asal Bukan Saya).
Pelayanan menjadi sesuatu yang diperlukan dan dianggap penting, namun kalau
bisa bukan “saya” yang melayani dan aktif dalam kegiatan. “Saya” cukup jadi
penikmat dan penonton saja. Kenapa bisa
begitu? Karena umumnya pelayanan sebagai
Penatua dengan banyaknya tugas yang diemban dipandang sebagai beban berat yang
akan menambah kerepotan dalam menjalan hidup keseharian. “Saya” tidak mau repot dan direpotkan dengan
urusan ini-itu yang kadang melelahkan dan menyita banyak energi.
Padahal...kalau boleh jujur... banyak dari kita yang setelah menjadi
Penatua, Aktivis, semakin mengalami pertumbuhan dalam iman kepada Kristus.
*share Pnt Citra* - rangkum kisah tsb.
Oleh karenanya saudara... mari kita terus berkomitmen melayani Tuhan tentunya
dalam sebuah kedewasaan iman... *tidak cepat ABG-ambegan-.mutung, mandeg,
ketika menemukan persoalan dan pergumulan dalam hidup pelayanan kita... namun
melihat dari sudut pandang positif... itu upaya kita untuk terus bertumbuh
dalam iman....* karena itulah yang Tuhan kehendaki terjadi dalam hidup kita.
Hidup saudara dan saya.
Tuhan memberkati.