Senin, 15 April 2013

Menjadi komunitas yang saling percaya



KHOTBAH GKI PERUMAHAN CITRA I
Minggu, 7 April 2013
Menjadi Komunitas yang Saling Percaya”

Bacaan I              : Kis 5:27-32
Antar Bacaan    : Mzm 150
Bacaan II             : Wahyu 1:4-8
Bacaan III           : Injil Yohanes 20:19-31 “Yang berbahagia….HALELUYA
Tujuan:
Umat termotivasi membangun persekutuan menjadi komunitas yang saling percaya

K-h-o-t-b-a-h

Tema minggu ini adalah Menjadi Komunitas yang Saling Percaya.

Saling percaya à barang langka à dalam hidup masyarakat dimana kita berada/dalam hidup sehari-ahri.

Yang kini terjadi : justru adalah ketidakpercayaan.

Suami tidak percaya dengan istri, demikian sebaliknya. Istri tidak percaya pada suami à kaitan à hidup rumah tangga.

Apa kira-kira penyebab suami tidak percaya kepada istri? Atau istri tidak percaya kepada suami? –diskusi dengan umat-

Ketika suami sibuk sepertinya betah di kantor, tidak ada waktu untuk istri, pergi keluar kota untuk waktu yang lama, tidak diberitahu kemana, dengan siapa è muncul ketidakpercayaan dari pihak istri.

Ini baru ketidak percayaan suami-istri. Bagaimana kepercayaan orangtua terhadap anak?

Berapa banyak orangtua pada zaman sekarang yang juga sulit memiliki trust / kepercayaan kepada anak/anak mereka? Ternyata semakin memudar.

Alasannya : sudah dikasih kepercayaan ehh disalahgunakan. Sudah pamit pulang jam 10 malem, ditunggu sampai jam 1 pagi belum muncul, dihubungi sulit, teman-temannya juga sama... itu menimbulkan kebimbangan dan ketidak percayaan dari sudut orangtua. Apalagi pergaulan dan dunia anak muda sekarang yang semakin akrab dengan dunia narkoba.... kebebasan yang kadang disalahartikan yang kemudian berdampak bagi kepercayaan/trust di antara mereka.

Sulitnya memiliki rasa saling percaya juga terjadi dalam lingkungan pekerjaan. Gap antara atasan dan bawahan à tidak bisa dihindari.

Cukup banyak atasan yang kemudian tidak memiliki kepercayaan kepada bawahannya karena ternyata ketika dipercayakan suatu tugas, mereka justru malah mangkir atau menunda tugas itu... menyalahgunakan apa yang telah dipercayakan. Itu kondisinya.

Bagaimana dalam hidup berbangsa dan bernegara? IRONIS. Ketidakpercayaan juga menjadi persoalan yang tidak bisa dihindari.

Menjelang pemilu 2014 nanti. Demokrasi dan keadilan sudah tidak berlaku dalam bumi pertiwi indonesia sekarang. Pemimpin yang dicari pun sepertinya tidak ada yang sesuai dengan harapan masyarakat saat ini, kepalsuan demi kepalsuan ditutupi dengan kepalsuan yang lainnya, rangkaian dan rentetan janji selama ini tidak ada yang bisa dibuktikan,tanpa rasa bersalah,tanpa rasa menyesal mereka (Politisi Korup) menjual mimpi dan harga diri.

Mencari pemimpin amat sulit. Harian kompas mengatakan ada 3 hal yang perlu dimiliki seorang pemimpin: Integritas yaitu jujur dan bisa dipercaya (menempati posisi pertama), kemampuan/kapabilitas memimpin pada posisi kedua, dan bersedia berdiri di atas golongan (tidak kemudian menitikberatkan salah satu yang membawa ketidakadilan bagi masyarakat).

Idealnya memang seperti itu. Namun bagaimana realitanya? Yang terjadi justru yang sebaliknya. Krisis kepercayaanlah yang justru terjadi.

Indonesia ternyata dikenal sebagai masyarakat yang tingkat saling percayanya sangat rendah (low trust society). Selain kasus kepemimpinan, kasus korupsi, kasus ujian nasional yang saat ini dikawal oleh polisi bersenjata karena pemerintah tidak percaya kepada sekolah-sekolah penyelenggara ujian (banyak terjadi kecurangan disana-sini) mungkin hanya beberapa fakta yang semakin mempertegas bobroknya tingkat kepercayaan kepada bangsa.

Sosiolog Frances Fukuyama dalam bukunya Trust : The Social Virtues and the Creation of Prosperity, menuliskan mengapa di dunia ini ada bangsa-bangsa yang maju sementara ada pula yang malah terbelakang.

Menurut Fukuyama, salah satu faktor yang menentukan maju/tidaknya sebuah negara adalah pada rasa saling percaya dalam masyarakat tersebut. Negara-negara maju di Amerika, Eropa, bahkan juga Jepang (kalau di Asia) ternyata menurut penelitian adalah masyarakat dengan tingkat saling percaya yang cukup tinggi di antara warganya.  Apa bukti tingginya rasa saling percaya itu? Mereka tak segan-segan mengembangkan diri pada penelitian berbiaya besar untuk menghasilkan temuan ilmiah dan teknologi.  Lembaga-lembaga pendidikan diberi kebebasan yang cukup besar, untuk mengembangkan program-program pendidikan yang kreatif... ada kepercayaan yang diberikan kepada masyarakat untuk mengelolanya.

Sementara sebaliknya, negara-negara yang semakin terbelakang adalah negara yang tingkat kepercayaannya amat rendah, dan bisa jadi Indonesia saat ini sudah masuk di dalamnya. Krisis kepercayaan yang tentunya membutuhkan perhatian kita semua.  

Lalu bagaimana dengan gereja ? apakah rasa saling percaya itu dengan mudahnya ditemui dalam persekutuan umat Tuhan? Dengan jujur kita mesti mengakui ternyata ternyata krisis kepercayaan juga ditemui dalam realitas kehidupan persekutuan kita.

Tidak percaya dengan rekan sepelayanan, tidak percaya pada tugas yang dikerjakan, tidak percaya antar warga gereja, saling mencurigai, menggunjingkan satu sama lain, mungkin hanya beberapa di antaranya.

Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ada efek/dampak yang bisa muncul dari ketidakpercayaan ini.

Salah satu yang paling mudah adalah RELASI. Adanya ketidakpercayaan akan berimbas pada relasi seseorang. Relasi yang awalnya baik, semakin memudar.
Dari awalnya pasangan bisa tidak jadi pasangan lagi..... yang awalnya kawan bisa kemudian menjadi lawan. Dari awalnya rekan, kemudian menjadi musuh. Ketidakpercayaan ternyata harus berdampak pada terganggunya/rusaknya relasi dengan sesama. Ini tentu harus dihindari. 

Komunitas dimana kita berada mestinya adalah komunitas yang bisa saling percaya satu sama lain.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Bagaimana agar rasa saling percaya itu dapat dibangun dalam komunitas dimana kita berada? à Uraian FT
1.    Injil Yohanes : Memberikan ruang untuk kehadiran Yesus dalam hidup kita serta komunitas dimana kita berada.
Ini yang terjadi dalam kisah murid-murid Yesus seperti disaksikan dalam bacaan kita. Awalnya mereka dilanda pada kondisi yang berat, ketakutan yang sangat besar, sampai mereka harus mengunci pintu karena takut kepada para pemimpin agama Yahudi. Setelah penganiayaan dan penyaliban Yesus, para pemimpin agama Yahudi memang mencurigai setiap orang yang menjadi pengikut Yesus dari Nazaret. Apalagi kini telah tersebar bahwa Yesus yang disalibkan itu bangkit dari kematianNya
Di antara murid : tidak saling percaya!
Ketidakpercayaan yang cukup jelas dalam bacaan Injil à ketidakpercayaan Tomas pada apa yang disaksikan oleh rekan-rekannya.

Diceritakan bahwa saat itu Tomas tidak bersama dengan rekan-rekannya ketika Yesus datang. Jadi, Tomas tidak ikut mengurung diri dalam ruang yang terkunci. Apakah karna ia lebih berani? Atau malah sebaliknya? Ia yang paling berat krisis kepercayaannya sehingga terhadap rekannya ia tidak percaya?

Alasan kedua lebih mungkin dan masuk akal. Tomas mengalami krisis yang luar biasa parah, ia sangat terpukul dengan kematian Yesus sehingga ia menyingkir, menanggung kesedihan sendiri dan tidak mau diganggu oleh yang lain. 
Namun ketakutan itu sirna tatkala mereka mengalami perjumpaan dengan Yesus yang bangkit yang menyapa dan sapaannya meneduhkan ‘Yesus menyapa mereka’.

Sapaan khas orang Yahudi. “damai sejahtera bagi kamu”.

Salam ini sama dengan salam yang diucapkan oleh saudara-saudara yang beragama Muslim ‘asalam mualaikum’. Salam ini biasa dilakukan di wilayah Timur Tengah bila mereka berjumpa satu sama lain. DI AS “Howdy”.

Kata ‘damai sejahtera’ yang tertulis ini memiliki makna yang dalam. Ia tidak hanya sekedar tidak ada perang lalu damai, namun kata damai sejahtera yang diucapkan ini memiliki arti keutuhan dalam hidup bangsa yang terkoyak dan pecah.

Kata ini juga bisa berarti keselarasan bila 2 orang/2 kelompok berdamai setelah ada ‘perang’. Kata tersebut mengandung arti sejahtera, makmur, mendapat berkat, seperti petani ketika sedang panen. Kata itu berarti syalom, sejahtera, selaras, berkat dan selamat. Kata ini bukan sekedar berarti ‘kiranya kamu diselamatkan dari kesukaran’, namun lebih dari itu ‘Tuhan memberi segala yang baik’
Dalam situasi yang menegangkan dan mencekam, kedatangan Yesus dan salam-Nya sungguh menjadi berkat yang luar biasa. Mereka diyakinkan bahwa Tuhan tidak tinggal diam. Ia hadir bagi mereka.

Pengalaman berjumpa dengan Yesus inilah yang kemudian pada akhirnya membuat Tomas mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan. Sebelumnya : ay. 25 “...sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya, dan sebelum aku mencucukan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya... “ à perjumpaan itu mengubahkan à menimbulkan pengakuan iman Tomas. 

Pengakuan Tomas itu dipakai oleh Yesus bahwa percaya tidak perlu didahului oleh melihat. Pernyataan Yesus terdiri dari 2 kalimat ‘karena engkau telah melihat Aku maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya (20:29)

Sebenarnya dalam bahasa aslinya, kalimat pertama berbentuk interogatif yaitu ‘hoti eurakas me pepisteukas?” (karena engkau melihat Aku, engkau percaya?)

Di sini Yesus menyatakan bahwa percaya bukan buah dari bukti, percaya timbul meskipun tidak ada bukti.

Kehadiran Yesus di tengah ketakutan yang dihadapi bagaikan suntikan vitamin yang menyegarkan tubuh dan memberikan pengharapan yang baru. Itulah makna kebangkitan Kristus. 

Inilah yang juga mestinya menjadi keteguhan iman kita sebagai umat Tuhan yang telah mengalami kuasa kebangkitan Kristus. Hidup dalam kuasa kebangkitan adalah hidup yang penuh dengan pengharapan, damai sejahtera, dan terus dibarui oleh Tuhan.

Dasar awal : PERCAYA! Percaya pada Yesus yang bangkit à memberikan damai sejahtera yang memberikan dampak bagi para murid termasuk kita.  

Percaya pada Yesus yang bangkit à memberikan keberanian bagi para murid untuk mempersaksikan Yesus yang adalah Tuhan dan Juruselamat mereka.

Memperhatikan bacaan 1 : tampak jelas. Perubahan ini juga terjadi pada murid-murid Yesus ketika mereka berada di depan Mahkamah Agung.

Kis 5:29 à Petrus dan rasul-rasul berani menjawab bahwa mereka bersaksi demi nama Tuhan Yesus. Peristiwa kematian dan kebangkitan serta pengalaman mereka bersama Yesus membuat mereka berani bersaksi. Dampak percaya!

b.      Di antara kita (orang-orang yang ada dalam komunitas)  juga belajar untuk menumbuhkan rasa saling percaya. Meyakini : kehadiran orang lain memberikan makna yang berguna dalam hidup kita.

 Dalam proses itu, kita belajar untuk tidak selalu menuntut dan memerintah, tetapi mendelegasikan dan memberikan keteladanan.

Inilah yang juga terjadi pada murid-murid Yesus. Mereka sadar bahwa mereka lemah. Bukan saja karena kehilangan Yesus Sang Guru, namun kondisi eksternal tidak mendukung mereka. Koalisi dan kolaborasi agama Yahudi dan pemerintah menjatuhkan vonis maut sungguh-sungguh menciutkan nyali para murid. Mereka menjadi warga masyarakat yang secara sistematis sengaja dimarginalkan.

Sikap kurang bersahabat bahkan bermusuhan, jelas tergambar dari sikap para murid Yesus yang secara sembunyi-sembunyi mencari aman dalam persekutuan di komunitas itu.

Indikasi ini kita dapat dari fakta yang menyebutkan mereka bersekutu, bersama menutup pintu rapat-rapat, karena mereka takut kepada orang Yahudi. Hal ini membuat mereka berkumpul dan bersekutu, Mereka belajar saling memercayakan diri dan satu sama lain saling mendukung, saling menopang, dan saling bergandengan tangan.

Akhirnya? Sebuah pengharapan dan ketenanganlah yang mereka peroleh. Sekali lagi semua berawal dari kesediaan diri untuk saling percaya satu sama lain.

(rangkum 2 point)

Gereja : kelanjutan dari komunitas murid-2 Yesus. Belajar dari murid yang akhirnya bisa saling memercayakan diri, maka mestinya itulah yang juga kita lakukan dalam keberadaan kita sebagai komunitas umat Tuhan.

Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar