Senin, 15 April 2013

Bertumbuh dalam Kedewasaan Iman



KHOTBAH GKI PERUMAHAN CITRA I
Minggu, 23 September 2012
Bertumbuh dalam Kedewasaan Iman”


Bacaan I              : Yeremia 11:18-20
Antar Bacaan    : Mzm 54
Bacaan II             : Yakobus 3:13-4:3, 7-8a
Bacaan III           : Injil Markus 9:30-37 “Yang berbahagia….HALELUYA
Tujuan:
Umat mampu bertumbuh dalam iman, seiring dengan keterlibatan dalam pelayanan.

K-h-o-t-b-a-h

Saat ini kita masih berada di Bulan September. Umumnya dikatakan sebagai Bulan yang penuh keceriaan. Sampai-sampai ada istilah “September Ceria”.... (ada lagunya juga...)
Di GKI SW Jabar (khususnya) ternyata bulan September juga merupakan bulan yang istimewa, mengapa demikian? Karena hampir di semua jemaat GKI SW Jabar bulan September adalah titik awal dalam kalender gereja untuk memilih calon penatua.
Tentu apa yang saya ungkapkan bukan karena Kamis yang lalu kita pun mengadakan pemilihan Gubernur GKI (karena memang bahasan tentang pemilihan Gubernur ini begitu ramai... mulai dari situs jejaring sosial sampai grup BBM), lalu saya kait-kaitkan, meskipun tokh pada akhirnya memang pas sekali... ada putaran kedua bulan September ini.... J namun memang GKI sudah mulai melakukan tahap awal pencalonan mulai bulan ini. 
GKI sangat serius dalam hal pemilihan penatua, sebab jabatan penatua adalah sosok yang akan memimpin perjalanan jemaat. Karena itu tidak heran bila tiap jemaat selalu menjadwalkan dan melakukannya dalam pergumulan dan doa agar orang-orang yang terpilih adalah orang-orang yang SERIUS dan SUNGGUH-SUNGGUH dalam menjalankan tanggung jawabnya. Oleh karenanya salah satu syarat di Tager dan Talak thn. 2009 menuliskan bahwa seorang penatua harus memiliki komitmen (penghayatan akan tugas panggilannya sebagai Pnt), karakter dan kemampuan yang juga baik.
Keseriusan dan kesungguhan melaksanakan tanggung jawab ini bukan hanya ditujukan dalam kepemimpinan terhadap jemaat tetapi yang utama adalah kepada Tuhan. Jadi dalam menjalankan tugasnya penatua mengemban kepercayaan yang Tuhan berikan dan satu lagi dalam tanggung jawabnya penatua adalah orang-orang kepercayaan Tuhan.
Dalam perjalanan pelayanan kita di gereja tidak sedikit dari antara pelayannya adalah orang yang mudah tersinggung, ngambek atau menuntut perhatian berlebihan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan semangat pelayanan yang sejati. Apa yang menyebabkannya? Haruskah syarat kedewasan iman menjadi hal yang dituntut dari para pelayan di gereja? Atau sebaliknya, kedewasaan iman diperoleh melalui keterlibatan seseorang ketika ia berada dalam pelayanan?
Kedewasaan adalah sebuah keharusan. Setiap orang pasti menjadi orang dewasa namun tidak semua orang dewasa mengalami kedewasaan (diulangi!). Begitu juga dengan orang Kristen sudah pasti memiliki iman, paling tidak beriman kepada Yesus Kristus.  Namun tidak semua orang beriman mengalami pertumbuhan dalam kedewasaan iman. Saudara sepakat? –ditegaskan kembali- 
Hari ini kita belajar dari bacaan Leksionari Minggu (terkhusus diambil dari bacaan I tentang seorang bernama Yeremia).
Yeremia sebagai nabi Tuhan dipilih Tuhan secara istimewa. Ia termasuk nabi yang dicatat oleh Alkitab istimewa dalam keterpilihannya sebab sudah sejak dalam kandungan ibunya (“....Engkau menenun aku dari kandungan ibuku”). Namun keterpilihan Yeremia tidak otomatis menjadikannya seorang nabi yang dewasa dalam iman.
Pekerjaanya sebagai nabi Allah menuntut resiko yang besar. Tugasnya sebagai nabi yang menyuarakan kebenaran ternyata tidak serta merta mudah diterima. Perkataannya tidak diterima karena pesannya berisikan berita yang tidak menyenangkan bagi kaum Yehuda. Hal ini terjadi bukan karena Yeremia tidak dapat berdiplomasi melainkan karena Yeremia menjalankan tugas sebagai ‘diplomat Tuhan’. Itu artinya ia harus menyuarakan suara kebenaran Tuhan sekalipun kaum Yehuda menolaknya. Resiko yang harus ditanggungnya adalah keselamatan hidupnya, nyawanya menjadi terancam.
Alhasil, Yeremia mengalami tekanan yang amat berat dan kemudian bersungut-sungut kepada Tuhan. Yeremia merasa lelah sebagai nabi Tuhan yang menjalankan tugas kenabiannya sesuai dengan yang dikehendaki Tuhan. Apalagi jika kita membaca Yeremia 1:4-19 tentang panggilan dan pengutusan Yeremia (diuraikan). Apapun alasan yang dikemukakan oleh Yeremia namun kalau Tuhan berkehendak maka semua alasan tidak akan menjadi rintangan. Jelas dalam fasal tsb bahwa sebenarnya Yeremia ‘enggan’ untuk menjadi nabi Tuhan karena ia tahu resikonya. Itu sebabnya Yeremia punya alasan bersungut-sungut kepada Tuhan ketika ia mengalami resiko tersebut.
Apa yang dapat direfleksikan melalui perjalanan seorang Yeremia?
Pelayanan adalah sebuah panggilan dan pengutusan dari Tuhan. Oleh karenanya jauhkan diri kita dari kesombongan. Dalam panggilan dan pengutusan-Nya Tuhan memberi tanggung jawab kepada para pelayannya untuk serius dan bertanggung jawab untuk apa yang menjadi misi Allah.
Fokuskan pikiran, tutur, laku, hati dan jiwa hanya kepada Tuhan. Resiko pasti ada tapi bukan itu yang terpenting. Hidup beriman tidak menghasilkan orang-orang yang tidak kuatir, tidak cemas atau tidak takut. Hidup beriman menghasilkan orang-orang yang menaruh rasa kuatirnya, kecemasannya dan ketakutannya dalam iman yang disandarkan pada Kristus. Hidup orang beriman juga bukan dalam pemahaman orang yang imannya besar, melainkan orang yang bertumpu pada rahmat Tuhan yang besar. Itu yang dituliskan oleh Andar Ismail dalam tulisannya “Selamat Bergumul : 33 renungan tentang hidup beriman”.
Menjadi pelayan Tuhan (baik itu penatua maupun aktivis) adalah sebuah kebanggaan. Bangga oleh karena kita adalah orang-orang yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan. Bangga oleh karena Tuhan berkenan menjadikan kita kawan sekerja di ladang-Nya. Namun jangan kemudian kita membanggakan diri apalagi membusungkan dada. Kita cuma pelayan, cuma hamba bukan tuan apalagi ‘bos’.
Sedih... kalau dalam pelayanan kita ada yang bertindak menjadi seperti bos... hanya mementingkan diri sendiri... berupaya agar kita bisa meraih apa yang diinginkan... apa yang kita ‘mau’.... dan sedih sekali karena yang kita inginkan adalah kehormatan/pemuliaan diri. 
Kalau ini yang terjadi kita tak ubahnya seperti para murid Yesus dalam bacaan Injil (Markus 9:30-37) yang hanya mementingkan siapa yang terbesar di antara mereka. Mereka berselisih dengan didasari oleh iri hati dan pementingan diri sendiri. Mereka memahami konsep melayani dalam sudut pandang mereka sendiri, bahwa seorang pelayan adalah orang yang justru dipandang hebat, ‘tak ubah layaknya bos’ tadi... ini konsep yang patut kita hindari dalam hidup pelayanan kita.
Menjadi pelayan Tuhan adalah sebuah kesempatan. Sebab dalam pelayanan kita akan menemukan hidup yang sejati, manusia yang sejati. Maksudnya dengan segala problem kehidupan dan segala karakter yang mengejutkan. Di sanalah cinta kita kepada Tuhan diuji. Apakah kesulitan atau salib pelayanan kita lebih besar dari cinta kita kepada Tuhan? Atau sebaliknya jika kita memandang kasih Tuhan yang besar dalam pelayanan kita maka persoalan yang besar sekalipun tidak akan mampu mengalahkan cinta kita kepada Tuhan. Sekali lagi bukan karena cinta kita yang besar melainkan karena rasa malu kita ketika melihat Tuhan yang tetap mengasihi kita walaupun seringkali kita tidak menjadi para pelayan yang serius dan bertanggung jawab.
Menjadi pelayan Tuhan adalah sebuah kesempatan, yaitu kesempatan mengalami pertumbuhan dalam kedewasaan iman. Para pelayan Tuhan yang sejati tidak akan cukup merasa puas menjadi orang beriman. Para pelayan Tuhan yang sejati selalu rindu mengalami perjumpaan dengan Tuhan karena di sanalah kesempatan tersedia untuk bertumbuh dalam kedewasaan iman.
Jadi bagaimana dengan kita saudara-saudara? Apakah kita pun bersedia untuk turut ambil bagian dalam pelayanan kepada Tuhan? Terlibat dalam pelayanan bersama dengan Tuhan?
Amat disayangkan mencari orang untuk menjadi pelayan Tuhan di saat ini, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Misalnya karena sedang dalam bahasan tentang mencari Pnt, saya amat miris melihat banyak warga GKI yang tidak menyatakan kesediaan untuk melayani sebagai Pnt, Komisi, Badan Pelayanan, Kepanitiaan, dlsb. 
Ketika di banyak gereja beraliran lain, jabatan Penatua dipandang sebagai jabatan prestisius dan ukuran prestasi seseorang sehingga menjadi sesuatu yang dikejar dan dianggap patut dimiliki (ada gereja tertentu*saudara kita*sampai ada kampanye-rekan saya Calon Pdt GPIB pernah memuat gambar para calon pnt sedang berkampanye di profile BBnya) , maka di GKI hal seperti itu tidak berlaku.
Ketika di banyak gereja di luar GKI, jabatan Penatua diperebutkan begitu rupa, tidak demikian halnya di GKI.  Di GKI kerap berlaku prinsip pelayanan yang kurang sehat. Bila di masa Orde Baru ada istilah ABS (Asal Bapak Senang, tentu Saudara tahu apa maksudnya), maka di GKI juga ada ABS (Asal Bukan Saya).
Pelayanan menjadi sesuatu yang diperlukan dan dianggap penting, namun kalau bisa bukan “saya” yang melayani dan aktif dalam kegiatan. “Saya” cukup jadi penikmat dan penonton saja.  Kenapa bisa begitu?  Karena umumnya pelayanan sebagai Penatua dengan banyaknya tugas yang diemban dipandang sebagai beban berat yang akan menambah kerepotan dalam menjalan hidup keseharian.  “Saya” tidak mau repot dan direpotkan dengan urusan ini-itu yang kadang melelahkan dan menyita banyak energi. 
Padahal...kalau boleh jujur... banyak dari kita yang setelah menjadi Penatua, Aktivis, semakin mengalami pertumbuhan dalam iman kepada Kristus. *share Pnt Citra* - rangkum kisah tsb.
Oleh karenanya saudara... mari kita terus berkomitmen melayani Tuhan tentunya dalam sebuah kedewasaan iman... *tidak cepat ABG-ambegan-.mutung, mandeg, ketika menemukan persoalan dan pergumulan dalam hidup pelayanan kita... namun melihat dari sudut pandang positif... itu upaya kita untuk terus bertumbuh dalam iman....* karena itulah yang Tuhan kehendaki terjadi dalam hidup kita. Hidup saudara dan saya.
Tuhan memberkati.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar