Senin, 15 April 2013

Kehendak-Mu Tuhan, Bukan Keinginanku



KHOTBAH MINGGU GKI PERUMAHAN CITRA 1
Minggu, 23 Desember 2012
Kehendak-Mu Tuhan, Bukan Keinginanku

Bacaan I              : Mikha 5:2-5
Antar Bacaan    : Mazmur 80:2-8
Bacaan II             : Ibrani 10:5-10
Bacaan III           : Injil Lukas 1:39-55 ‘dinyanyikan’ (diakhiri MARANATHA)
Tujuan:
Umat menyadari bahwa orang beriman berada dalam pergumulan untuk selalu menempatkan kehendak Tuhan lebih utama daripada keinginannya sendiri.

K-h-o-t-b-a-h


Pengantar
Pada saat perang dunia ke dua, ada seorang tentara Amerika yang terpisah dari regunya di sebuah pulau di Pasifik. Karena pertempuran sangat gencar, penuh asap dan tembakan, dia terpisah dari rekan-rekannya.
 Sementara dia sendirian di dalam hutan, dia mendengar tentara musuh mulai mendekati tempat persembunyiannya. Berusaha untuk sembunyi, dia mulai naik ke sebuah bukit dan menemukan beberapa goa di sana. Dengan cepat tentara ini masuk ke salah satu goa. Dia merasa aman di goa itu untuk sementara waktu saja, sebab ia mulai menyadari bila tentara musuh menemukan goa ini pastilah mereka akan memeriksa seluruh goa dan habislah ia oleh musuh. Lalu ia mulai berdoa kepada Tuhan “Tuhan tolong lindungi aku, apapun kehendakmu aku tetap mencintai-Mu, memercayai-Mu, amin”.
Setelah berdoa tiba-tiba ia bertiarap karena mendengar suara tentara musuh mulai mendekat ke goa itu.  Hatinya semakin kacau ketika makin lama tentara musuh itu perlahan-lahan mendekat ke mulut goa.  Tentara Amerika ini mulai berpikir  ”baiklah, mungkin Tuhan tidak akan menolongku dari situasi ini”
Kemudian ia melihat seekor laba-laba sedang membangun jaring-jaring di mulut goa tempat persembunyiannya. Sementara ia melihat tentara musuh makin dekat, laba-laba itu terus membentangkan benang-benang halusnya di pintu goa.
Tentara Amerika ini berpikir sembari kesal “yang aku butuhkan saat ini adalah tembok pertahanan, kenapa Tuhan malah memberi jaring laba-laba? Pasti Tuhan sedang bercanda.” Dia menggerutu dengan sedikit kesal dalam hatinya.
 Akhirnya tentara musuh mulai memeriksa tiap goa. Dan aneh sekali, saat berada di depan goa persembunyian si tentara Amerika, tentara musuh itu hanya melihat sekilas goa itu lalu pergi. Melihat kejadian itu si tentara Amerika menyadari bahwa jaring laba-laba itu telah membuat kesan bahwa goa tempatnya bersembunyi seperti tidak pernah dimasuki manusia.
 Lalu ia berdoa minta ampun kepada Tuhan karena telah meragukan pertolongan Tuhan. “Tuhan ampunilah aku, sebab di dalam Engkau jaring laba-laba menjadi lebih kuat dari dinding beton” 
Refleksi cerita :
Apa yang dialami dan terjadi pada sosok tentara ini, seringkali juga terjadi dalam hidup kita. Sebagai manusia yang dianugerahi keinginan, hasrat, harapan nyatanya sulit bagi kita untuk menempatkan keinginan kita itu di bawah kehendak Tuhan.
Kita selalu beranggapan bahwa keinginan kita yang harus selalu terpenuhi... seperti halnya tentara tadi, ketika kita berdoa, menyampaikan segala keinginan dan permohonan kita, kita menjadi pribadi yang egois mau menang sendiri...  kita lupa bahwa kehendak Tuhanlah yang terutama bukan keinginan kita...
Kita memang dianugerahkan keinginan dari Tuhan... Keinginan menjadi hal yang positif dalam hidup kita... tentunya jika dikelola secara bijak....  Namun yang menyedihkan, seringkali kita justru tidak mampu mengelola secara bijak keinginan demi keinginan pribadi kita tersebut. Sebagai manusia kita malah menjadi pribadi yang semakin sulit untuk mengendalikan diri atas keinginan-keinginan kita. Kita sering menjadi amat serakah dan memiliki keinginan yang tidak terkendali . apalagi jika berhadapan dengan lingkungan sekitar yang membentuk kita menjadi pribadi yang dikuasai oleh keinginan demi keinginan tersebut.

Ibu Teresa pernah berkata, “Jauh lebih mudah mengalahkan suatu negara daripada mengalahkan diri sendiri. Setiap sikap ketidaktaatan akan melemahkan kehidupan rohani. Hal ini sama seperti sebuah luka yang terus menerus mengucurkan darah!
Keinginan kita yang mendominasi , akibatnya kita tidak memberi tempat pada Dia yang menganugerahkan keinginan itu dalam hidup kita. Kita tidak menempatkan keinginan kita di bawah kehendak-Nya.  padahal kalau kita merenungkan kisah ini dan kita aplikasikan dalam hidup kita, amat indah, Tuhan dapat bekerja melalui cara yang melampaui keinginan dan apa yang kita pikirkan.
Hari ini pada Minggu Adv IV, Minggu yang seringkali disebut Minggu Maria (salah satu kekhasannya adalah dinyalan lilin berwarna PiNk – lambang sukacita - bersukacita karena penantian hampir selesai dan kedatangan-Nya semakin dekat.. Warna pink juga hendak melukiskan sebuah sukacita yang terjadi pada sosok Maria) kita diajak belajar dari sosok maria, yang mampu dan mau bersikap rela hati dan menghamba pada kehendak Allah, sekalipun kehendak itu amat sulit dan mustahil, bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang menjadi keinginannya.
Membaca kisah tentang Maria, maka ada 2 sisi yang tampak disini. Sisi cerah dan sisi sebaliknya. Ada yang menjadi good news tetapi juga ada yang menjadi ‘bad’ news
Good News?
Ay. 26-27 : Malaikat Gabriel mengunjungi maria
Ay. 28-29 : Tuhan menyertai Maria
Ay. 30-33 : Puncak semua kabar baik :Maria akan mengandung seorang bayi yang kelak akan menjadi juruselamat dunia.
Nubuat kelahiran sudah diungkapkan jelas dalam PL. Termasuk dalam Mikha 5 bacaan I hari ini.
Mikha 5:1-2 “Mesias akan lahir di Betlehem”
Betlehem (‘rumah roti’) berada di daerah Efrata, kecil, tetapi pada akhirnya akan dimuliakan di seluruh dunia, karena Mesias dilahirkan di tempat yang sederhana itu, desa yang sama dengan leluhurnya yang termasyur yaitu Daud. Mesias yang akan datang itulah yang akan menjadi gembala yang memberikan damai sejahtera bagi umat manusia
Ay. 34 : Maria ragu-ragu “bagaimana mungkin” ?
Ay. 38 : hal positif  Maria “Thy Will be done” “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu.
Jawaban ini indah dan menjadi jawaban iman seorang maria.
Maria sadar betul tantangan dan pergumulan yang harus dihadapinya dengan keputusan itu. Ia akan berhadapan dengan pandangan heran orangtuanya.Ia juga harus menjelaskan semuanya kepada Yusuf, yang kala itu baru menjadi tunangannya.  Ia juga harus menghadapi berbagai pertanyaan “mengapa”, kok bisa?” dari orang-orang sekampungnya.
Lazimnya, kehamilan akan selalu membawa kesukacitaan, akan menjadi seorang ibu (kemarin dirayakan) namun ketika wanita hamil sebelum menikah, tentu ini bukan berita bahagia. Ini yang dialami oleh maria.
Belum lagi resiko besar berhadapan dengan hukum agama Yahudi yang sangat membenci wanita cemar. Ia akan dianggap tidak setia. Berkhianat kepada tunangannya, mempermalukan keluarga dan agamanya. Wanita yang demikian hukumannya dirajam dengan batu (bnd. Ulangan 20:20).
Maria bukan tidak tahu konsekuensi ini... tapi amat luar biasa ia tidak mundur. Maria yakin jika Allah menghendaki sesuatu terjadi, maka akan dan pasti bisa terjadi. Sebagai seorang hamba Tuhan, Maria berserah pada kehendak Tuan-nya itu.
Dalam pergumulan yang tidak mudah itu, teks Injil Lukas menuliskan bagaimana Maria tetap mengumandangkan “Magnificat”. Nyanyian pujian dan syukur itu keluar dari mulut maria yang sedang bergulat dengan berbagai persoalan hidup.
Magnificat, kata ini diterjemahkan dari Bahasa Latin yang berarti ‘memuliakan’. Dahulu dalam gereja Kristen, Magnificat disebut sebagai canticum (mazmur yang tidak terdapat dalam Kitab mazmur). Magnificat ditempatkan dalam liturgi untuk doa pagi dan petang, kemudian dalam perkembangannya menjadi nyanyian gereja. 
Apa isi Magnificat Maria ?
a.       Dalam keadan berat dan sangat sulit, Maria tetap tidak kekurangan rasa syukur kepada Tuhan. Masalah dan tantangan yang ada di hadapannya, ternyata tidak menjadi alasan Maria berhenti bersyukur. Apapun yang terjadi padanya, tidak akan membuat rasa hormat Maria kepada Allah berkurang, apalagi sampai harus hilang.
Kalau ini dihubungkan dengan realitas hidup kita, bukankah hidup kita juga tidak mungkin lepas dari pergumulan dan masalah dalam hidup....  *kita hampir memasuki penghujung tahun 2012, dalam stahun perjalanan hidup kita ternyata pergumulan demi pergumulan datang silih berganti” .... ada banyak hal yang membuat kita menjadi kuatir... (bnd. dengan tema minggu lalu... –khotbah di Poris – kekuatiran : kantung kempes... uang menipis... –ksulitan ekonomi... suami selingkuh..istri selingkuh ... – krisis rumah tangga)
Ketika di depan kita bertabur onak duri dengan 1001 jurang persoalan, langkah kita pun tidak tentu arah! Lebih menyedihkan, tidak jarang masalah datangnya bertubi-tubi secara langsung dan bersamaan... ibaratnya sudah jatuh, ketimpa tangga, eh kakinya patah lagi... sungguh amat tidak tertanggungkan...
Dalam keadaan ini, amat mudah bagi kita untuk memilih berkeluh kesah... daripada bersyukur... seringkali yang terjadi, fokus pikiran kita lebih terarah pada masalah yang menerpanya, daripada kasih Allah yang besar yang dicurahkan-Nya kepada kita.
Melalui kisah Maria kita belajar bahwa betapapun berat dan kelamnya hidup ini, bila kita hadapi dengan iman, akan selalu ada ruang untuk kita mengucapkan syukur dan pujian kita kepada Allah. Inilah yang dinyatakan oleh Maria “Jiwaku Memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku”.
Mengapa Maria sampai mengatakan bahwa seluruh jiwanya mengagungkan dan memuliakan Tuhan? Jawabannya ada di ayat ke-48 “Dari tempat kediaman-Nya yang tinggi telah diperhatikan kerendahan hamba-Nya” ..... Semua orang akan menyebut dia berbahagia , bukan berdasarkan kebesaran-Nya sendiri, tetapi karena Tuhan telah melakukan perkara besar kepada-Nya (bnd. Mzm 126:3)
b.      Kerendahan hati seorang Maria. Magnificat Maria mengungkapkan dengan amat jelas bagaimana Maria menyadari betul, betapa kecil dirinya dibandingkan dengan kemahakuasaan Allah.
Maria sebagai manusia adalah ciptaan, sementara Allah adalah Sang Khalik (Pencipta). Maria tahu diri, ia tidak menjadi pribadi yang tinggi hati tatkala ia mengemban tugas dan tanggung jawab yang mulia... dipilih untuk menjadi Bunda Sang Mesias.
Apa yang diteladankan Maria mestinya juga kita terapkan dalam hidup kita. Ketika kita dipercayakan tugas yang istimewa, tugas yang mulia, tidak lantas kemudian membuat kita merasa bahwa kita hebat, superior, sombong, lupa, bahwa sebenarnya kita hanyalah pengemban tugas... pujian dan kebesaran tetaplah milik Dia, Sang Pemberi Tugas itu kepada kita.
c.       Penyerahan diri Maria sepenuh dan seutuhnya hanya kepada Allah. Maria percaya dan mengimani, Allah yang disembahnya tidak akan pernah mengecewakan dirinya. Kasih dan kuasa-Nya tidak terbatas, melampaui segala perhitungan akal manusia. Yang Maria lakukan adalah “berjalan dalam iman”.
Luk 1: 38
Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan,
Jadilah padaku menurut perkataanmu
Jawaban Maria : jawaban paling indah yang diungkapkan oleh seorang manusia kepada Allah.
Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan :
Alkitab memang memiliki banyak kiasan untuk menggambarkan pola hubungan antara Allah dan manusia. Namun di antara semuanya, istilah hamba memiliki makna yang begitu kaya.
Istilah ‘hamba’ menunjukkan : kita adalah milik Allah, tidak bisa dan tidak boleh lagi hidup untuk diri sendiri (kita untuk Allah bukan Allah untuk kita).
Kita memiliki kebergantungan yang mutlak kepada sang Tuan... Makna hamba juga berarti kita semestinya memiliki ketaatan kepada Tuan... namun ketaatan disini bukanlah ketaatan karena terpaksa, melainkan ketaatan yang tulus, jujur dan tidak dibuat-buat.
Doa-doa kita akan berbeda ketika kita menyadari dan memahami diri sebagai hamba. Kita tidak menuntut. Mungkin kecewa, sedih kalau Allah tidak mengabulkan permintaan kita. Namun itu tidak sampai membuat kita sampai ngambeg...marah-marah... kita bersedia menerima keputusan Allah, apapun yang menjadi keputusan-Nya, kita hanyalah Hamba.  (bnd : kisah dalam drama)
Drama yang tadi kita saksikan mengisahkan jelas bagaimana seringkali doa yang kita panjatkan terkadang memang tidak sesuai dengan yang kita inginkan, kehendaki... tetapi yang kita imani ketika Tuhan yang bekerja, apapun yang Tuhan nyatakan adalah yang terbaik bagi kita. Dan jawaban Tuhan atas doa kita terkadang melampaui apa yang kita pikirkan dan bayangkan.
Motivasi dan pelayanan kita akan berbeda jika kita menyadari diri sebagai hamba. Kita akan melakukan tugas kita dengan sukacita dan sebaik-baiknya. Jadi makna dalam istilah hamba begitu luas dan kaya jika diterapkan dalam hidup kita.
Jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu :
Disini kita melihat bagaimana seorang maria menyadari siapa Allah yang diimaninya. Allah adalah Allah.
Apapun yang menjadi kehendak dan keputusan Allah, menyenangkan atau tidak, menguntungkan/merugikan, membuat kita bahagia atau kecewa, itu pasti yang benar, adil dan merupakan yang terbaik.
Hidup kita tidak selalu berjalan seperti yang kita kehendaki. Bisa jadi apa yang kita harapkan, kita inginkan, kita kehendaki tidak terjadi. Sebaliknya, yang tidak kita inginkan malah justru terjadi. Kehendak kita tidak selalu seiring dan sejalan dengan kehendak Allah, bahkan tak jarang justru bertentangan.
Dalam situasi seperti ini, apa yang harus dilakukan ? kita diingatkan untuk belajar dan bersikap seperti Maria. Berserah sebulat-bulatnya pada Kehendak Tuhan. Segala resiko...konsekuensi yang membayang di depan mata, tidak membatalkan kehendak untuk tetap menyandarkan diri kepada Allah.  
Kehendak-Mu Tuhan, bukan Keinginanku. Biarlah tema ini yang juga meneguhkan kita, untuk terus belajar mengendalikan diri dan sebaliknya menaklukkan diri pada apa yang menjadi rencana dan kehendak Allah atas hidup kita... berefleksi dari Maria, sesungguhnya kita bisa kita sanggup dan terus diperlengkapi, asalkan kita mau berupaya.
Maria bersedia menjawab panggilan Tuhan untuk menjadi alat di tangan-Nya dalam mewujudkan rencana Allah yang besar, yaitu menghadirkan Yesus Kristus yang menjadi Jurus’lamat manusia. Jika Maria bersedia merespon dalam iman dan ketaatan penuh, bagaimana dengan kita? Apakah kita pun dapat dengan menjawab panggilan Tuhan untuk menjadi alat untuk mewartakan karya dan kasih Tuhan kepada sesama?
Kiranya Roh Kudus menolong dan memampukan kita untuk menjawab pertanyaan secara pribadi.


Tuhan menolong kita semua.
Selamat menyambut Natal yang sebentar lagi kita rayakan bersama.
Tuhan memberkati.


                                                                      
                                                                       (glo)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar