Senin, 23 Agustus 2010

Kepingan-kepingan Peristiwa yang Baru itu sudah menanti di hadapan kita - renungan paideia januari 2010

Renungan Paidea Januari-Februari

“Kepingan-kepingan Peristiwa yang Baru itu Sudah Menanti di Hadapan Kita…”


Tidak dapat dipungkiri, jaringan komunikasi sosial masih menjadi sesuatu yang fenomenal akhir-akhir ini. Salah satunya adalah facebook. Kalau kita perhatikan, sudah begitu banyak orang dari semua generasi (mulai dari anak-anak Sekolah Dasar hingga mereka yang sudah layak disebut lanjut usia) memiliki account facebook ini. Di berbagai tempat mereka sering mengubah-ubah status atau yang kerapkali dikenal dengan update status. Pernah suatu kali penulis iseng membaca update status seorang rekan dan dituliskan demikian: “…sedang tidur” . Ketika membaca update status tersebut, penulis bertanya-tanya bahkan sedikit kebingungan. Bagaimana mungkin seorang yang sedang tidur dengan pulasnya dapat mengetik status facebooknya dengan lancar? Memang, belum tentu ia benar-benar sedang tidur. Akan tetapi, jika kembali membaca apa yang dituliskan olehnya dan kita pikirkan secara logis, tentu saja hal tersebut membuat penulis tersenyum dalam hati. Kok bisa? Inilah kurang lebih pertanyaan yang muncul dalam benak penulis. Namun, inilah yang terjadi dalam kehidupan kita saat ini. Trend facebook, sudah mewarnai kehidupan masyarakat modern. Setiap orang tidak mau ketinggalan untuk ikut serta pada trend tersebut.

Kalau boleh jujur, penulis juga termasuk dalam kategori orang yang tidak mau ketinggalan dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini. Karena sudah sejak awal penasaran, maka penulis pun akhirnya mendaftar pada jaringan komunikasi sosial tersebut, dengan harapan dapat memperluas persahabatan penulis dengan orang lain, termasuk juga teman-teman yang mungkin sudah lama tidak bertemu dengan penulis. Singkat cerita, kini penulis memiliki account facebook yang terkadang menolong penulis untuk mendapat informasi secara cepat mengenai hal-hal penting (penulis kerapkali terperangah ketika pernah mendapatkan undangan hadir dalam pertemuan kampus, konven pendeta dan calon pendeta, bahkan juga rapat untuk kegiatan gereja melalui facebook). Ini semakin memberikan penggambaran bahwa teknologi yang ada saat ini sangatlah canggih, sehingga informasi-informasi seperti itu pun sudah dapat disampaikan melalui facebook. Tentu saja ini menjadi sebuah hal yang dapat dilihat dari sudut pandang positif, kendati tak dapat dihindari aspek negatif dari penggunaan facebook pun sudah mulai menjamur. Ambil sebagai contoh sudah banyak orang saat ini yang privasinya terganggu akibat update status di facebook. Tidak hanya itu, saat ini sudah banyak orang yang meluapkan emosinya, sampai mencaci-maki, dengan menggunakan facebook. Belum lagi bila problem kecanduan facebook sudah mewabah, hal ini haruslah diwaspadai dan dihindari.     

Dalam renungan Paidea kali ini, tentu saja penulis tidak akan menguraikan mengenai fenomena facebook yang sedang mewabah masyarakat kita sekarang ini, namun penulis justru ingin menceritakan sesuatu yang menarik dan positif, yang penulis temukan dalam salah satu tampilan facebook seorang rekan calon pendeta. Dalam salah satu wallnya, rekan penulis tersebut menuliskan demikian: "setiap peristiwa adalah kepingan yang merangkai hidup. setiap peristiwa unik dan indah adanya, tidak ada yang tak penting, tak ada yang tak berharga... karena sesungguhnya tanpa peristiwa demi peristiwa hidup tidak akan terangkai lengkap". Ketika membaca tulisan ini, penulis tiba-tiba terdiam dan merenungkan setiap kata yang ada di dalam kalimat tersebut. Di sini penulis menyadari akan peristiwa kehidupan yang dialami oleh penulis dan tentu saja oleh kita semua. Penulis terperanjat tatkala menyadari bahwa setiap peristiwa yang kita hadapi, entahkah suka ataupun sebaliknya duka, adalah sesuatu yang berharga bagi setiap kita. Semuanya menjadi kepingan yang merangkai kehidupan dan membentuk kita sehingga menjadi pribadi yang matang dan dewasa baik secara fisik, maupun rohani. Kepingan-kepingan peristiwa tersebut akan menjadi bagian dalam hidup kita, yang tentu saja tidak akan terlupakan. Melalui peristiwa-peristiwa yang dihadapi tersebut, tanpa kita sadari atau bahkan dengan kita sadari, sebenarnya iman kita dapat dibentuk oleh serangkaian proses yang kita jalani setiap harinya. Ini tentu menjadi sesuatu yang penting bagi kita, tatkala merefleksikan apa arti sebuah kehidupan.

Mengapa penulis menggunakan tulisan seorang rekan dalam renungan ini? Karena tanpa terasa kita sudah menyongsong tahun yang baru yaitu tahun 2010. Ketika menulis renungan untuk buletin Paidea edisi bulan Januari-Februari ini, penulis tengah berada pada beberapa pekan terakhir di tahun 2009. Kalau kita sedikit mengingat apa yang terjadi di tahun 2009 ini, ternyata ada begitu banyak peristiwa yang telah kita lalui. Tidak semuanya sukacita, ada peristiwa dukacita yang mungkin kita alami. Kehilangan orang yang dikasihi, kehilangan pekerjaan, menderita sakit, krisis dalam kehidupan keluarga, ataupun persoalan hidup lainnya ternyata telah mewarnai kehidupan kita. Tidak hanya itu, situasi bangsa dan negara kita yang tidak menentu juga masih menjadi sebuah pergumulan panjang yang akan dihadapi di tahun mendatang. Kasus Bank Century, persoalan yang terkait dengan KPK, tuntutan terhadap pemimpin bangsa yang baru dilantik, itupun masih menjadi permasalahan yang belum berakhir hingga akhir tahun 2009 ini.Belum lagi kalau kita mengingat tahun 2009 adalah tahun dengan bencana alam yang begitu besar. Masih terekam dalam ingatan kita bagaimana gempa, banjir, tanah longsor, hingga aksi bom telah menjadi sesuatu yang menakutkan kita. Sungguh, ada begitu banyak hal yang tidak mudah yang harus kita lalui dalam hidup ini.

Akan tetapi, sebagai umat Tuhan, kita diajak untuk memasuki tahun baru dengan keyakinan akan pertolongan Tuhan. Kita belajar untuk menyerahkan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita kepada Dia yang akan senantiasa menyertai dan memberkati kita semua. Ini pula yang dituliskan oleh pengarang kitab Ratapan dalam Ratapan 3:21-23. Firman Tuhan menuliskan demikian: “Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” Bila memperhatikan ayat ini, istilah kasih setia Tuhan sebenarnya berasal dari kata khesed dalam bentuk jamak konstruk dalam bahasa Ibrani. Kata ini menunjuk kepada kasih Allah yang loyal, setia dan tidak berubah (bnd. Hosea 2:18), dan kerapkali dihubungkan erat dengan perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya. Ini semakin ditegaskan pula oleh kata “rahmat-Nya”. Rahmat berasal dari kata raham, dalam bentuk jamak dengan akhiran bahasa Ibrani. Sama seperti bahasa Indonesia, kata bahasa Ibrani ini berasal dari akar yang sama dengan kata yang berarti “rahim”. Barangkali ada isyarat bahwa kasih Tuhan sama seperti kasih seorang ibu. Apa maksud pengarang kitab Ratapan menuliskan demikian? Dengan memakai kata-kata benda dalam bentuk jamak tersebut, pengarang kitab ini bermaksud untuk menegaskan bahwa akan selalu terdapat contoh-contoh baru tentang kasih setia dan rahmat Tuhan. Penjelasan ini adalah sebuah janji yang Tuhan nyatakan kepada setiap manusia yang percaya dan berserah kepada-Nya.  

Tahun yang baru, tahun 2010 sudah di depan mata. Pergumulan demi pergumulan baru yang akan kita temui sudah terbentang pula di hadapan kita. Tidak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi esok, lusa, bahkan waktu-waktu mendatang, namun satu yang pasti sebagai umat yang beriman kepada Tuhan, kita yakin bahwa kita dapat menyerahkan hidup seutuhnya hanya kepada Tuhan kita Yesus Kristus, yang akan senantiasa menyertai kehidupan kita sepanjang tahun yang akan datang.

Saya mengakhiri renungan ini dengan sebuah doa akan jaminan penyertaan Tuhan dalam kehidupan kita, yang dikutip dari tulisan Andar Ismail dalam bukunya Selamat Berteduh halaman 149-150, demikian:

Bapa kami dalam Tuhan Yesus,
Di depan kami terbentang sebuah jalan,
Jalan panjang menuju masa depan.
Tidak tampak ujung dan tujuan
Semua masih berbentuk pertanyaan.

Kami merasakan sebuah kekhawatiran,
Apa yang akan terjadi di tengah perjalanan?
Masa depan bisa mencemaskan,
Karena tidak ada sebuah kepastian

Sebab itu kami mencari pegangan,
Bukan dari dugaan dan ramalan,
Melainkan sebuah jaminan penyertaan
Dari Engkau, Tuhan atas masa depan
Amin





Sdri. Gloria Tesalonika S. Si (Teol)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar