Kamis, 08 Januari 2015

Dipanggil Untuk Memerdekakan 17 Agustus 2014



Khotbah Kebaktian Minggu PORIS
Minggu 17 Agustus 2014
“Dipanggil untuk Memerdekakan”

Bacaan 1              : Kejadian 45:1-15
Antar Bacaan    : Mzm 133
Bacaan 2             : Roma 11:1-2, 29-32
Bacaan Injil        : Matius 15:21-28 (diakhiri : HALELUYA)

K.H.O.T.B.A.H

Siapa yang tak kenal Robin William? Seorang tokoh pelawak yang sangat terkenal di dunia termasuk Indonesia. Film-filmnya digemari semua kalangan usia.
Ada lebih dari 20 film (informasi Google) yang saya dapatkan. Beberapa yang terkenal :
-        Patch Adam (sebuah film yang terinspirasi dari sebuah kisah nyata Dr. Hunter Patch Adam, William berperan sebagai dokter yang memberikan keceriaan kepada penderita kanker, jadi badut, supaya  bisa menghibur mereka)
-         Mrs. Doubtfire (Williams menyaru sebagai pembantu rumah tangga Euphegenia Doubtfire demi dekat dengan anak-anaknya.),”
-        “Jumanji”, sebuah Film yang bercerita tentang sebuah permainan ajaib yang didalamnya terdapat binatang-binatang, dan binatang-binatang itu akan keluar jika tertera pada papan.
-        “Good will hunting”, kisah Will Hunting, seorang "prodigy" bermasalah yang bekerja sebagai "janitor" di sebuah institute teknologi di Massachusetts meskipun pengetahuannya dalam matematikan lebih superior dibanding dengan seluruh orang lain di fakultas tersebut.
-        'Dead Poets Society' (1989)
-        hingga menjadi dubber- di film kartun seperti happy feet, 'Aladdin' = mengisi suara Genie

Tokoh Robin William begitu melekat dalam bayangan kita, dengan karya yang ditampilkan melalui film-film bahkan beberapa di antaranya menginspirasi kita. Saya kalau nonton film Patch Adam dan Mrs. Doubtfire ngga pernah bosan..karna maknanya luar biasa, bagus sekali.. bicara tentang keluarga, bicara tentang kasih dan kepedulian kepada mereka yang membutuhkan perhatian. Sebuah film memang punya sejuta makna. Makanya acara bedah film sangat menarik dan membawa pembelajaran bagi kita.
Namun beberapa waktu lalu (selasa) kita dikejutkan dengan sebuah pemberitaan yang menyebutkan bahwa actor yang suka melawak dan menghibur itu ditemukan meninggal dunia, tewas, bahkan yang ironis adalah ia tewas dalam keadaan yang sangat mengenaskan.
Di berita Tempo dikisahkan secara detail bagaimana kronologis ditemukannya Robin William.
Senin, 11 Agustus 2014, sekitar pukul 11.55, Pusat Komunikasi Sub-Distrik Marin menerima panggilan telepon 911 yang melaporkan seorang pria dewasa ditemukan tak sadarkan diri dan tidak bernapas di kediamannya yang terletak di 95 St Thomas Way, Tiburon, California. Penelepon itu terdengar kebingungan di telepon.
Pukul 12.00, personel kepolisian dan petugas pemadam kebakaran Tiburon tiba di tempat kejadian. Personel kepolisian yang pertama dipanggil ke rumah Robin Williams menemukan aktor peraih Oscar itu tak bernyawa dengan sabuk melilit lehernya dan luka dangkal pada pergelangan tangannya.
Letnan Keith Boyd mengatakan Williams ditemukan "dalam posisi duduk dalam kondisi tidak responsif dengan sabuk membelit lehernya dengan ujung terjepit di antara pintu lemari pakaian dan kusen pintu." Saat itu, katanya, tubuh Williams telah dingin. Ia mengatakan bagian dalam pergelangan tangan kiri Williams terdapat tanda-tanda dipotong.
Dari penyidikan dan dugaan yang ada, Robin William diduga bunuh diri.
Apa penyebab bunuh diri itu, memang belum diketahui secara jelas. Namun juru bicara Williams, angkat bicara mengenai penyebab kematian sang aktor. Menurutnya, pemeran Peterpan dalam film Hook itu mengalami depresi berat akhir-akhir ini. "Ia bertarung melawan depresi parah akhir-akhir ini. Bahkan kalau baca di berita : dituliskan William sampai kecanduan alkohol, menjadi peminum, bisa jadi itu terangkai dalam depresi yang dialaminya.
Ini menjadi sebuah yang sungguh paradoks. Bagaimana tidak ? Seorang pelawak yang memberikan keceriaan, yang membuat orang terbahak-bahak, yang menghibur mereka yang mendengar, ternyata terbelenggu oleh perasaan kosong dalam hatinya… Ia menampilkan wajah gembira namun ternyata belenggu yang dialami adalah rasa sepi, sedih, galau, kosong yang mengisi ruang hatinya.

Mungkin banyak orang berpikir dia bahagia. Namun ternyata kebahagiaan tidak diukur demikian. sehari setelah dengar pemberitaan tentang Robin Williams saya dapat whats app dari temen saya yang isinya menarik :
Jika kekayaan bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolf Merckle, orang terkaya dari Jerman, tidak akan menabrakkan badannya ke kereta api.
Jika ketenaran bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael Jackson, penyanyi terkenal dari USA, tidak akan meminum obat tidur hingga overdosis.
Jika kekuasaan bisa membuat orang bahagia, tentunya G. Vargas, presiden Brazil, tidak akan menembak jantungnya.
Jika kecantikan bisa membuat orang bahagia, tentunya Marilyn Monroe, artis cantik dari USA, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga mati overdosis.
Jika kesehatan bisa membuat orang bahagia, tentunya Thierry Costa, dokter terkenal dari Perancis, tidak akan bunuh diri, akibat sebuah acara di televisi.
Ternyata, bahagia atau tidaknya hidup seseorang itu, bukan ditentukan oleh seberapa kayanya, tenarnya, cantiknya, kuasanya, sehatnya atau sesukses apapun hidupnya.
Tapi yang bisa membuat seseorang itu bahagia adalah dirinya sendiri... Mampukah ia mau mensyukuri semua yang sudah dimilikinya dalam segala hal.
Kisah Robin William dan mungkin beberapa tokoh yang dalam hidupnya terkenal mulai dari public figure, sampai tokoh politik yang mengalami pergumulannya masing-masing mengajak kita merenung, mengajak kita berefleksi…. bahwa hidup dalam belenggu tidaklah menyenangkan.
Hidup dalam belenggu apalagi belenggu masa lalu dan kita tahu bahwa masa lalu itu sangat sulit bahkan sudah menorehkan luka dalam hidup kita, belenggu kepahitan, belenggu kesedihan, bahkan juga kekosongan hidup dapat memberikan dampak yang negatif bahkan bukan tidak mungkin bisa membuat kita melakukan tindakan yang tidak semestinya kita lakukan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk bisa terbebas dari belenggu itu, dan berupaya untuk memberikan makna dari setiap peristiwa yang kita alami dalam hidup ini. 

Bacaan I hari ini mengisahkan jelas bagaimana Yusuf tidak terbelenggu pada masa lalu yang berat yang pernah dihadapinya. Kalau kita mengingat kisah Yusuf kita tahu benar bagaimana perlakuan saudara-saudara Yusuf kepadanya. Minggu lalu kita telah kupas dalam bahasan tentang iri hati yang memadamkan cinta. Bagaimana saudara-saudara Yusuf iri atas perlakuan sang ayah (Yakub) kepada Yusuf. Dan kita melihat dalam FT bagaimana iri hati bisa menimbulkan, memunculkan tindakan keji, kejahatan yang dilakukan kakak-kakak Yusuf.
Menyimak perlakuan saudara Yusuf kepadanya, bisa saja Yusuf menjadi pribadi yang mendendam dan berbalik benci kepada mereka. Bahkan kalau lihat bacaan I kita sebenarnya Yusuf berada “di atas angin”, wong dia sudah jadi penguasa di Mesir… dengan mudah sebenarnya ia dapat melampiaskan dendam dan kebencian terhadap saudara-saudaranya itu.
Namun amat menakjubkan, Yusuf tidak melakukannya. Ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh kebencian dan dendam. Ada sudut pandang lain yang dipilih Yusuf ketika berhadapan dengan saudara-saudara yang telah melukainya. 

Sudut pandang yang bagaimana yang dipilih oleh Yusuf :
1.     Yusuf Belajar berdamai dengan masa lalu.
Tampak dalam bacaan kita ketika ia mau memperkenalkan diri kepada saudara-saudaranya. “Akulah Yusuf…” ay. 3 marilah dekat-dekat dengan aku… diulang lagi Akulah Yusuf saudaramu yang kamu jual ke Mesir…ay. 4
Perdamaian yang Yusuf lakukan adalah ketika ia memperkenalkan dirinya, dan menerima (acceptance) saudara-saudara yang datang kepadanya. Ia memaafkan bahkan mengampuni mereka yang telah menorehkan belenggu luka itu kepadanya.
Kalau dihub dengan tema Minggu ini, Yusuf berada dalam kondisi merdeka. Merdeka ketika ia berhasil menjaga hatinya *jagalah hati jangan kau nodai* : menjaga dari apa? dari niatan tidak baik seperti dendam dan kebencian dan sebaliknya membiarkan diri disentuh oleh cinta kasih, yang membuahkan hal yang baik baginya dalam hal ini mengampuni.  
Siapa diantara kita yang pernah mengalami apa yang Yusuf alami? Bisa jadi kita pernah mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Ada orang, bisa jadi teman sendiri.. sahabat kita sendiri bahkan keluarga kita sendiri yang ‘mengecewakan, melukai’ hati kita. Dalam kondisi demikian apa yang kita lakukan ?Kita kerap terbelenggu pada perasaan Sangat sulit untuk memaafkan apalagi mengampuni
Biasa : apa alasan kita susah mengampuni?
-      Kesalahannya : fokus kita. Selalu melihat pada luka yang orang lain buat! "Hatiku sudah terlanjur sakit.  Mengampuni?  Kok enak, dia sudah berbuat jahat dan menyakiti aku." Parahnya : kalau kemudian kita ngomong harusnya aku bales lagi. Kalau inget cerita silat, tema yang diusung khan balas dendam. Zaman GT : Return of the Condor Heroes, To Liong To… Kisah kwee ceng, thio bu kie…. Kalau dia pukul saya sekali, saya bisa balas dua kali.

Memaknai secara harfiah FT “mata ganti mata, gigi ganti gigi…. ’ Mahatma Gandi : “jika konsep mata ganti mata berlaku di seluruh dunia maka seluruh dunia akan buta.  Sebuah dendam adalah hal yang membuat kita sakit hati, bahkan kita bisa berpikir terus menerus (mikirin terus-menerus dendam itu).  Atau mungkin kadang ada orang yang berkata, “Saya ini orangnya baik. Kalau ada orang yang baik sama saya saya akan baik. Tapi awas kalau ada yang cari gara-gara sama saya, saya balas dua kali lipat.” Pertanyaan kritisnya: Apa betul dia orang baik?? – seperti yang dia omong di awal ?

-      Provokasi orang sekitar. Udah dia emang begitu… manas-manasin…padahal orang itu ternyata lagi punya masalah pribadi juga dengan orang yang berkonflik dengan kita. Merasa ada teman, merasa ada dukungan, akhirnya kita diprovokasi. Saya suka prihatin kalau kejadian kaya gini. Bukan tidak mungkin ini pun terjadi dalam lingkup pelayanan kita. Sedih, kalau kemudian ada kelompok-kelompok tertentu, blok-blok tertentu yang saling memprovokasi ketika sebuah masalah terjadi. Padahal : kita harusnya mengupayakan kondisi damai sejahtera(syalom)dalam lingkungan dimana kita berada.

-      Salah kaprah tentang pengampunan : dikatakan bahwa mengampuni terjadi secara total dan sekaligus. Kalau ingat apa yang dikatakan oleh Yesus dalam Mat 18:22 “mengampuni dilakukan 70X7X. ini bukan sekedar hitungan matematis namun hendak mengatakan bahwa pengampunan itu dilakukan tanpa batas. Pengajaran Yesus juga mau menunjukkan bahwa tindakan pengampunan perlu proses panjang, tidak terjadi seketika.. Ada proses pemulihan dlsb. .  Cerita Pa Setyo : mengampuni seperti orang naik sepeda, jatuh bangun… namun belajar supaya tidak jatuh bangun lagi. Tapi lurus mengendarai sepedanya!

-      Saya mengutip Pdt. Eka Darmaputera dalam tulisannya. Kenapa mengampuni itu sulit? Orang sering merancukan antara ‘mengampuni’ dan ‘melupakan’. ‘To forgive’ dan ‘to forget’. Ada yang tegas mengatakan tidak bisa dan tidak akan mengampuni orang itu. “Pokoknya, saya tidak bisa dan  tidak akan melupakan perbuatannya yang keji itu!” Bila benar alasannya demikian, kita dapat memahami  bagaimana mungkin bisa melupakan penghinaan, penganiayaan, penindasan, pengkhianatan yang pernah dialami. Mengingat bukan tidak boleh, bahkan perlu untuk proses pemulihan.

-      John Paulu Lederach (tokoh peace building AS) mengatakan bahwa proses mengingat itu sangat penting bagi orang2 yang sedang mengusahakan perdamaian. Para korban diajak untuk mengingat bahkan menceritakan kembali pengalaman pahit mereka dg maksud : A) pembelajaran bagi banyak orang agar peristiwa sejenis tidak terulang lagi; dan B) bagi korban proses bercerita itu merupakan langkah pemulihan diri, pengobatan luka batin. Sebab, jika itu tidak diceritakan… tersimpan terus dalam hati (menjadi luka batin), terekam terus dalam memori malah menyiksa dan menghambat terjadinya rekonsiliasi. Malah : bisa jadi dendam. Tetapi ketika para korban bercerita mereka dapat ditolong para terapis untuk mengobati luka batinnya dan itu adalah langkah rekonsiliasi.
Yusuf tentu mengingat perlakuan saudara/kakak-kakaknya kepadanya. Namun tokh ia belajar dan berproses keluar dari belenggu masa lalu yaitu kebencian dan dendam yang sebenarnya bisa membuatnya membalas perlakuan kakak-kakaknya. Sebaliknya ia belajar berdamai dengan masa lalu dan menatap masa depan dengan keyakinan bahwa Tuhan menolongnya.  

2.     Yusuf melihat dari sudut pandang Allah yang memiliki rencana dalam hidupnya
Hal kedua yang bisa kita lihat adalah setelah memperkenalkan diri kepada saudara-saudaranya, Yusuf juga memperkenalkan pemahamannya mengenai kehendak Allah dalam peristiwa yang dialaminya.
Ay 7 menuliskannya “Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi dan memelihara hidupmu…” ay. 8 “bukan kamu yang menyuruh aku kesini, tetapi Allah… dan ay 9. “Allah telah menempatkan aku sebagai tuan atas seluruh Mesir”…
Kita menyaksikan dg jelas bagaimana Yusuf dapat memiliki keteguhan iman bahwa Allah punya rancangan yang indah padanya. Ketika flash back, saat ia mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari saudara-saudaranya… Hingga pada akhirnya ditempatkan di Mesir… Yusuf melihat dalam perspektif ilahi bahwa ada maksud Allah dalam perjalanan hidup yang harus dilaluinya. Dan ia meyakini bahwa apa yang Allah rancangkan selalu baik adanya.
Pengalaman Yusuf mestinya menjadi peneguhan bagi kita bahwa perjalanan hidup kita sepenuhnya ada dalam rancangan Allah. Tadi dalam Berita Anugerah Kitab Yeremia menyatakan jelas “rancangan Allah adalah rancangan yang mendatangkan damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan. Untuk apa? Untuk memberikan hari depan yang penuh dg harapan.
Mungkin kita harus mengalami jatuh bangun dalam hidup ini, kalau lihat Yusuf dia dibenci, ngga disukai, dibuang, dijual, -sangat memprihatinkan… namun ketika berhasil melaluinya, disitulah kita menyaksikan bahwa Tuhan terus menyertai, dan ada maksud Tuhan yang baik bagi kita dari peristiwa yang kita alami tersebut. 

3.     Pembebasan/‘kemerdekaan’ yang Yusuf alami : memampukannya untuk juga memerdekakan orang lain, dalam hal ini saudara-saudaranya.
Hal ketiga kita belajar, bahwa sudut pandang positif yang kita bisa lihat melalui perjalanan hidup Yusuf adalah kerinduannya untuk terus menjadi berkat bagi sanak saudaranya. “Kemerdekaannya” dari belenggu masa lalu…. memampukan Yusuf untuk menolong saudara-saudaranya.
Apa yang dilakukan Yusuf :
*Ia berupaya sedapat mungkin menolong saudara-saudaranya yang berada dalam ketakutan yang membuat mereka “bersusah hati” dan “menyesali diri”. Kasih yang dinyatakan oleh Yusuf inilah yang sanggup “memerdekakan” orang lain yang berada di bawah tekanan rasa bersalah.
*Ayat 9-15 : Yusuf mengkonkretkan pertolongan yang dapat dilakukan. Yaitu meminta agar saudara-saudaranya menjemput bapanya dan datang kembali ke Mesir untuk menetap di tanah Gosyen: supaya mereka tidak menderita lagi karena kelaparan.

Kemerdekaan yang sama juga dialami oleh seorang perempuan Kanaan dalam teks Injil yang kita baca. Ia merdeka dari belenggu penderitaan yang selama ini dialami olehnya juga anaknya. Perempuan ini dipandang kafir, karena ia adalah perempuan kanaan, yang dalam Injil Markus ditulis Siro Fenesia. Tirus dan Sidon memang merupakan area/wilayah orang Fenesia. Area di luar Yahudi. Pandangan orang terhadapnya bisa jadi negative. Karena dipandang berbeda.
Penderitaan itu bertambah ketika  anak perempuannya kerasukan setan. Perempuan ini mengikuti Yesus dan berseru meminta tolong, namun yang terjadi justru ia diusir oleh para murid yang merasa terganggu dengan kehadirannya.
Dalam keterpurukannya itulah, Yesus hadir dan memulai percakapan/berdialog dengan perempuan Kanaan ini. Disinilah saya menemukan ada 2 point yang menarik yang bisa kita renungkan bersama.

Pada point pertama kita melihat dari sisi Yesus. Bagaimana Yesus menembus batas dinding-dinding pemisah yang umum di masyarakat Yahudi kala itu. Ketika banyak orang memandang perempuan itu dengan kafir/non Yahudi, negative, namun Yesus tetap mendengar permohonannya (bnd. Ay 23. Tidak menjawab – beda dengan reaksi para murid).
Seringkali masalah yang muncul dalam hidup bersama *apalagi kita sebagai Negara yang penuh dengan kepelbagaian* adalah kita tidak mau berdialog dengan orang lain yang ‘berbeda’ dengan kita. Kita kerap membuat batas-batas/sekat diantara kita dengan sesama. Lebih parah adalah ketika kita menjudge ‘menghakimi’ orang lain yang berbeda dengan kita. Kalau ini yang terjadi sulit bagi kita menciptakan kerukunan.. padahal panggilan kita *Mzm 133*  adalah menghadirkan kerukunan itu dalam komunitas dimana kita berada. Belajar dari Yesus : ia membuka dialog, Ia melakukan karya melampaui dinding-dinding pemisah itu.  

Point kedua yang juga menarik dan menjadi pembelajaran bagi kita adalah IMAN perempuan Kanaan yang datang kepada Yesus. Perempuan ini memulai percakapan dengan memanggil Yesus sebagai Tuhan, Anak Daud. Terlihat bahwa perempuan ini memandang Yesus penuh dengan kuasa.
Ketika Yesus menjawab “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Perempuan itu menjawab “Benar Tuhan namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.
Anjing : binatang yang najis yang biasanya mencari makanan dengan mengais sampah di jalan dan seringkali mengidap penyakit. Orang Yahudi berbicara dng sombong tentang “anjing-anjing non Yahudi”. Kata yang digunakan disini “kunaria” bukan anjing jalanan, namun anjing peliharaan di rumah.
Perempuan Kanaan itu tidak segera sakit hati atas gambaran yang melekat kepadanya. Sebaliknya, ia membayangkan adanya kesempatan yang masih bisa diperoleh yaitu mencicipi roti tuannya yang jatuh di bawah meja.
Ia gigih memperjuangkan kasih terhadap anaknya. Dan ia datang kepada Yesus yang diyakini akan memberi anugerah itu dalam hidupnya. Disinilah Yesus melihat iman perempuan Kanaan ini. Yesus berkata “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang engkau kehendaki”.  Perempuan Kanaan itu menyatakan kasihnya dengan begitu gigih dan berani di hadapan Yesus. Sikap ini lahir dari pengharapan iman akan kuasa Yesus. Dan amat indah Yesus menyampaikan sebuah apresiasi yang luar biasa “Hai Ibu besar imanmu” Jadilah kepadamu seperti apa yang kaukehendaki. Terjadi pemulihan. Terjadi pembebasan pada perempuan kanaan dan anaknya dari belenggu penderitaan yang selama ini ada padanya.  


Penutup :
Hari ini adalah hari yang sungguh amat istimewa. Karena hari ini tepat 17 Agustus, peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-69. *jarang/langka 17 Ags 45 bertepatan dengan ibadah minggu. Dalam ibadah ini juga ada upacara bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Kita bersyukur bahwa kita bisa meraih kemerdekaan, terbebas/merdeka dari belenggu penjajah. Kita tidak merasakan bagaimana kerja paksa*zaman dulu… bagaimana perjuangan para pahlawan yang hidup pada tahun 1900an… bagaimana bamboo runcing menjadi senjata melawan penjajah… Kita hanya bisa membayangkan penjajahan Belanda dan Jepang melalui buku sejarah dan berita yang menayangkannya.
Betul bahwa kita sudah merdeka dari belenggu penjajah. Namun dalam perjalanan kehidupan kita, bangsa dan Negara saat ini, ternyata kita belum sepenuhnya “merdeka”. Ada belenggu penjajah yang lain yang masih dijumpai saat ini. Belenggu itu bisa berupa kebencian, luka, dendam, kekecewaan yang mungkin masih kita rasakan saat ini (kisah Yusuf), atau belenggu itu adalah belenggu penderitaan, perasaan ditinggalkan, dibedakan bahkan juga dikucilkan (kisah perempuan kanaan). Sungguh ironis, belenggu-belenggu kehidupan yang membatasi terjadinya kasih, kebenaran, keadilan dalam kehidupan bermasyarakat masih kita temui dalam kehidupan negara dimana kita tinggal menetap. Bisa jadi itu kita alami secara pribadi, atau juga dialami oleh sesame yang hidup berdampingan dengan kita.
Oleh karenanya melalui FT hari ini, dalam rangkaian hari kemerdekaan RI kita dipanggil untuk melepaskan belenggu-belenggu itu dalam kehidupan bersama di tengah komunitas bangsa dan Negara, dan tidak hanya itu, kita pun siap untuk memerdekakan, berbuat sesuatu agar orang lain juga merdeka. Tidak mudah memang, namun bukan tidak mungkin.
Selamat memaknai kemerdekaan dalam hidup kita semua.
Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar